Selasa, 17 Agustus 2010

Peran Sosial Bagi Perempuan


Dari Al Syifa binti Abdullah: Rasulullah Saw. menemuiku ketika aku sedang berada di rumah Hafsah. Beliau bersabda kepadaku, "Mengapa kamu tidak mengajarkan kepada Hafsah sesuatu untuk mengetahui bahwa suatu perkataan tidak berguna dan tidak pula bermanfaat (ruqyah al-namilah) sebagaimana kamu mengajarinya tulis-menulis" (H.R. Ahmad dan Abu Dawud)

Dari Ummu Hani: Aku menemui Rasulullah Saw. pada hari penaklukan Makkah. Ketika itu, beliau sedang mandi dan Fatimah menutupinya dengan baju. Aku mengucapkan salam kepadanya ... (H.R. Muslim)

Dari Asma' binti Yazid r.a.: Rasulullah Saw. melewati kami, kaum perempuan, dan beliau mengucapkan salam kepada kami. (H.R. Abu Dawud dan Al Tirmizi yang menilainya hadis hasan)

Dari Aisyah r.a.: Suatu hari, seorang pengemis lewat di depan Aisyah, lalu ia memberikan sedikit makanan. Lalu lewat lagi seorang yang berpakaian bagus dan tampak makmur, Aisyah mempersilahkannya duduk dan memberikanya makan. Ketika ditanya mengapa memberikan perlakuan yang berbeda, Aisyah menjawab, "Rasulullah Saw. bersabda, 'Tempatkanlah orang-orang sesuai kedudukan mereka.'" (H.R. Abu Dawud)

Dari Abu Huarairah r.a.: Pada suatu hari atau malam, Rasulullah Saw. Keluar. Tiba-tiba bertemu dengan Abu Bakar dan Umar r.a. Beliau bertanya, “Apa yang menyebabkan kalian keluar rumah pada saat seperti ini?” Mereka menjawab, “Rasa lapar, ya Rasulullah!” Beliau bersabda, “Demi Tuhan yang diriku dalam kekuasaan-Nya, Aku juga keluar rumang karena alas an yang sama. Marilah kita pergi bersama!” Mereka pergi untuk menemui seseorang dari kalangan Anshar. Namun, orang itu sedang tidak ada di rumah. Ketika melihat Raslullah Saw. Istrinya berkata, “Selamat dating.” Rasulullah Saw. Bertanya, “Kemana si Fulan?” Perempuan itu menjawab, “Ia pergi mencari air tawar.” Tiba-tiba laki-laki Anshar itu dating. Ketika melihat Rasulullah Saw. Dan dua sahabatnya, ia berkata, “Segala puji bagi Allah, pada hari ini, hanya akulah yang mendapatkan tamu mulia.” Ia terus berjalan dan menemui mereka dengan membawa keranjang berisi kurma kering dan kurma segar. Ia berkata, “Silakan dimakan!” Lalu, laki-laki anshar itu mengambil pisau. Rasulullah Saw. Bersabda, “Berhati-hatilah, jangan mengambil kambing perah.” Orang itu segera menyembelih seekor kambing untuk mereka. Tak lama kemudian, mereka memakan daging kambing dan susunya. Setelah kenyang Rasulullah Saw. besabda kepada Abu Bakar dan Umar r.a., “Demi Allah yang diriku dalam kekuasaan-Nya, pada hari kiamat, kalian pasti akan ditanya tentang kenikmatan ini! Rasa lapar telah menyebabkan kalian keluar rumah, lalu kalian pulang setelah mendapat kenikmatan ini.” (H.R. Muslim)

Dari Ubaidullah r.a.: Kulihat Ummu Darda di atas pelananya tanpa penutup. Ia sedang merawat laki-laki dari kalangan Anshar ahli masjid (H.R. Al Bukhari)

Hadis-hadis di atas menunjukkan beberapa hal berikut. Pertama seorang perempuan muslim mempunyai peranan sosial, terutama di linkungan sejenisnya. Tidak sepentasnya ia mengabaikan peran ini dan meniinggalkan wilayah perannya. Sepantasnya ia juga tidak melibatkan dirinya dalam kebiasaan-kebiasaan buruk, misalanya bergaul secara bebas dengan laki-laki tanpa hijab yang bisa melindungi kehormatannya. Sebab, kebiasaan ini hanya akan melemahkan jiwaanya serta menghancurkan jiwa masyarakat Islam. Apalagi, jika kebiasaan itu dilakukan dengan alasan pembelaan hak-hak perempuan. Padahal, wacana seperti ini hanya bertujuan untuk memecah belah kaum perempuan dan menghancurkan tatanan nilai masyarakat dan keluarga muslim.

Peranan yang seharusnya dimainkan oleh kaum perempuan Muslim sangat beragam dan mencakup berbagai aspek. Namun, yang terpenting adalah dalam bidang pendidikan dan keterlibatan secara serius dalam pemberantasan buta agama dan ilmu pengetahuan, terutama di kalangan perempuan Muslim sendiri. Dalam kaitan ini, hadis tentang sosok Al Syifa memberikan teladan tentang keterlibatan perempuan dalam bidang pendidikan dengan tetap memerhatikan batas-batas aktivitas sosialnya.

Kesadaran kaum perempuan terhadap pendidikan agama sudah pasti mendoraong kemajuan masyarakat Islam. Hal ini juga menepis anggapan bahwa kaum perempuan islam jauh terbelakang. Sebab, islam adalah agama yang pertama kali menempatkan kaum hawa pada posisi yang mulia dan menjaganya agar tetap mulia. Di sinilah letak keluhuran agama Islam. Islam mengajarkan agar kaum perempuan memiliki peranan pendidikan dan sosial tanpa melepaskan jati diri dan kehormatannya. Karena itu, dalam aktivitas sosialnya, mereka harus tetap menjaga ketakwaan dan tidak menceburkan diri dalam tindakan yang diharamkan. Dengan demikian, jika tindakan haram dilanggar, peran sosialnya menjadi gagal dan aktivitas hidupnya menjadi hampa. Kita pun akan melihatnya suka bersikap semberono dan kadang-kadang tiidak punya malu! Na'udzu billah min dzalik!

Selanjutnya hadis yang diriwayatkan Ummu Hani dan Asma binti Yazid menjelaskan keutamaan-keutamaan menyampaikan salam kepada kaum laki-laki. Intinya seorang perempuan boleh menyampaikan salam kepada kaum laki-laki dan kaum laki-laki boleh menyampaikan salam kepada kaum perempuan bila diyakini tidak menimbulkan fitnah, baik dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Ada pun perincian masalah ini-sebagai mana dijelaskan dalam Nuzhah Al Muttaqin fi Syarh Riyadh Al Shalihah-adalah sebagi berikut

Pertama, seorang perempuan yang sedang sendirian tidak diperkenankan mengucapkan salam lebih dahulu kepada kaum laki-laki, atau sebaliknya.

Kedua, Sekumpulan perempuan atau perempuan-perempuan tua boleh membari salam lebih dahulu kepada kaum laki-laki, atau sebaliknya.

Ketiga, seorang laki-laki makruh menyampaikan atau menjawab salam seorang perempuan muda.

Keempat, sekelompok pemuda boleh menyampaikan salam kepada seorang perempuan muda bila dipastikan tidak akan menimbulkan fitnah.

Kelima, boleh, bahkan dianjurkan, seorang laki-laki membari salam kepada sekelompok perempuan.

Selanjutnya, seorang istri boleh menerima tamu suaminya jika tidak menyebabkan khalawat (berduaan yang menjurus pada maksiat) dan tidak menimbulkan fitnah. Hal itu dibolehkan ketika diketahui bahwa suaminya akan segera datang.

Hadis yang diriwayatkan Ubaidullah menjelaskan bahwa perempuan boleh merawat seorang laki-laki bukan muhrim. Ibn Hajar Al Asqallani, dalam Al Fath berkata, 'Ketika Rasulullah Saw. tiba di Madinah, Abu Bakar dan Bilal menderita sakit. Lalu, aku menemui mereka ... (dan seterusnya).' Dengan sanggahan bahwa peristiwa itu terjadi sebelum ada perintah untuk memakai hijab. Dijawab, bahwa hal itu tidak tercela. Perempuan boleh merawat laki-laki asalkan memakai hijab." Wallahu alam.[]


Baca artikel lainnya:
Calon Penghuni Surga [Baca]
Perempuan Yang Membela Agama Allah [Baca]
Berbakti dan Bersilaturahmi [Baca]
Balasan Bagi Ibu Yang Baik -Bagian 2- [Baca]

Tidak ada komentar: