Senin, 02 Agustus 2010

Batasan Aurat Perempuan


Dari Khalid bin Duraik: A'isyah r.a. berkata, "Suatu hari, Asma binti Abu Bakar menemui Rasulullah Saw. dengan mengenakan pakaian tipis. Beliau berpaling darinya dan berkata, 'Wahai Asma, jika perempuan sudah mengalami haid, tidak boleh ada anggota tubuh yang terlihat kecuali ini dan ini' -sambil menunjuk ke wajah dan kedua telapak tangan ." (H.R. Abu Dawud)

Dari Ibn Abbas r.a.: Pada Idul Adha, Rasulullah Saw. membonceng Al Fadl bin Abbas di atas untanya. Al Fadl adalah seorang pemuda yang berambut indah dan berkulit putih. Lalu, seorang perempuan datang dari Khats'am untuk bertanya kepada Rasulullah Saw. Al Fadl dan perempuan itu bertemu pandang. Melihat hal itu, Rasulullah segera memalingkan wajah Al Fadl ke arah lain. Namun, Al Fadl memandang perempuan itu lagi hingga tiga kali. Kemudian Rasulullah menghalangi pandangannya. Al Abbas bertanya kepada Rasulullah Saw., "Mengapa engkau memalingkan wajah keponakanmu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Kulihat ada seorang pemuda dan seorang pemudi. Aku tidak dapat mencegah setan di antara keduanya." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Dari Ummu Salamah r.a.: Ketika turun ayat,... hendaklah mereka menurunkan jilbab mereka... (Q.S. Al Ahzab [33]:59), kaum perempuan dari kalangan Anshar keluar dan seakan-akan di atas kepala mereka terdapat burung gagak dari kain.(H.R. Abu Dawud)

Hadits-hadits di atas menjelaskan beberapa hal, antara lain:

Pertama, hadits-hadits di atas menjelaskan dampak negatif pakaian yang tipis.

Kedua, batas aurat perempuan yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.

Imam Al-Shaukani-dalam Nail Al Authar, juz 2, 75-mengutip perbedaan pendapat dala hal ini. Pertama, Aurat perempuan adalah seluruh anggota badan kecuali wajah dan dua telapak tangan. Pendapat ini dikemukakan oleh Al Hadi, Al Qasim dalam salah satu pendapatnya, Abu Hanifah dalam salah satu riwayatnya, dan Malik. Kedua, aurat mereka adalah seluruh anggota badan kecuali wajah, dua telapak tangan, dua telapak kaki dan gelang kaki. Pendapat ini dikemukakan oleh Al Qasim berdasarkan pendapat Abu Hanifah dalam satu riwayatnya, Al Tsuari dan Abu Al Abbas. Ketiga, aurat mereka adalah seluruh anggota badan kecuali wajah. Pendapat ini didukung oleh Ahmad bin Hambal dan Abu Dawud. Keempat,aurat mereka adalah seluruh anggota badan tanpa terkecuali. Pendapat ini diikuti oleh sebagian pengikut mazhab Al Syafi'i dan Imam Ahmad. Adapun penyebab terjadinya perbedaan pendapat itu adalah karena perbedaan pandangan dikalangan ulama ahli tafsir dalam memahami firman Allah Swt., ...kecuali yang [biasa] tampak darinya... (Q.S. An Nur [24]:31).

Kemudian, di antara mereka menjelaskan perbedaan pendapat tentang penafsiran firman Allah Swt., ...kecuali yang [biasa] tampak darinya... (Q.S. An Nur [24]:31) adalah Ibn Katsir. Ia berpendapat bahwa maksud dari ayat itu adalah perempuan itu tidak diperkenankan memperlihatkan sedikitpun perhiasan miliknya kepada orang lain kecuali sesuatu yang memang tidak mungkin disembunyikan, seperti-menurut Ibn Mas'ud- pakaian dan selendang. Hal yang sama dilakukan oleh Ibn Mas'ud Al Hasan, Ibn Sirin, Ibrahim Al Nakha'i, dan lain-lain. Al A'masy-dari Said bin Jabir dari Ibn Abbas-berkata, "Berkenaan dengan firman Allah Swt., ...dan janganlah menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak darinya... (Q.S. An Nur[24]: 31), Ibn Abbas berpendapat bahwa yang dimaksud adalah wajah dan kedua telapak tangan perempuan serta cincin." Ibn Umar, Atha, Ikrimah, Said bin Jabir, Abu As Syatsa, Al Dahhak, Ibrahim Al Nakha'i, dan lain-lain juga meriwayatkan pendapat yang sama. Hal ini mungkin mencakup juga penapsiran tentang perhiasan perempuan yang dilarang untuk diperlihatkan. Sementara itu, Malik-dari Al Zuhri-mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ...kecuali yang [biasa] tampak darinya... (Q.S. An Nur [24]:31) adalah cincin dan gelang kaki. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Ibn Abbas dan beberapa sahabat mengikuti pendapat ini cendrung menafsirkan ...kecuali yang [biasa] tampak darinya... (Q.S. An Nur [24]:31)dengan wajah dan kedua telapak tangan. Inilah pendapat yang masyhur di kalangan para ulama.

Komisi Fatwa Universitas Al Azhar menyatakan bahwa masing-masing dari kedua hadits di atas memiliki pengertian yang sangat jelas, yaitu boleh memperlihatkan wajah dan kedua telapak tangan bagi perempuan. Kaum muslim telah sepakat mengenai ketentuan ini sejak masa Rasulullah Saw. hingga sekarang dan telah menjadi pengetahuan agama yang tidak diragukan lagi. Tak seorangpun dari ulama terpercaya yang menentangnya.

Sementara itu, menutup wajah dan kedua telapak tangan merupakan praktek pilihan yang bergantung kepada situasi dan tradisi, bukan sesuatu yang diwajibkan dan bukan pula sesuatu yang dilarang. Barang siapa mau, boleh menggunakannya. Namun, mengamalakannya dinilai lebih baik, bila meninggalkannya diduga kuat akan menimbulkan fitnah. Dengan demikian, menolak kersakan merupakan tuntutan.

Adapun pendapat lain yang berudaha mengompromikan dua pendapat di atas mengenai firman Allah Swt., ...dan janganlah menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak darinya... (Q.S. An Nur[24]: 31) dan firman-Nya, ... hendaklah mereka menurunkan jilbab mereka... (Q.S. Al Ahzab [33]:59). Pendapat ini dikeluarkan oleh Abdul Karim Abu Syuqqah dari Syaikh Ibn Badis. Ia berkata, "Telah dijelaskan bahwa ayat ...dan janganlah menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak darinya... menjelaskan bolehnya menampakkan wajah dan kedua telapak tangan. Setelah itu datang ayat, ... hendaklah mereka menurunkan jilbab mereka... yang menuntut perempuan agar menutup seluruh wajah seperti dikemukakan pendapat pertama. Akibatnya, ayat ini bertentangan dengan ayat pertama. Yang satu membolehkan menampakkan wajah, sedangkan lainnya melarangnya. Kemungkinan, yang dimaksud adalah menutupkan jilbab pada sebagian wajah yaitu dahi. Dengan demikian, kedua ayat di atas tidak bertentangan.[]

Baca artikel lainnya:
Adab Berjalan Di Tempat Umum [Baca]
Bagaimana Perempuan Berhias [Baca]
Berpakaian Tetapi Telanjang [Baca]
Perempuan Sebagai Penyejuk Suami [Baca]

Tidak ada komentar: