Senin, 16 Agustus 2010

Berbakti dan Bersilaturahmi


Dari Buraidah r.a.: Ketika aku sedang bersama Rasulullah Saw., datanglah seorang perempuan berkata, "Aku bersedekah kepada seorang budak perempuan atas nama ibuku yang telah wafat." Rasulullah Saw. bersabda, "Kamu pasti mendapatkan pahala, dan warisnya diberikan kepadamu." Perempuan itu bertanya, "Ya Rasulullah, ibuku memiliki kewajiban untuk mengqadha puasa selama sebulan, bolehkah aku berpuasa atas namanya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Berpuasaah atas namanya!" Perempuan itu bertanya lagi, "Ibuku belum berhaji. Bolehkah aku berhaji atas namanya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Berhajilah atas namanya!" (H.R. Bukhari dan Muslim)

Dari Asma binti Abu Bakar r.a.: Ibuku ingin bertemu denganku, sedangkan saat itu ia masih musyrik. Lalu, aku bertanya kepada Rasulullah Saw., "Ibuku ingin bertemu denganku, bolehkah aku menemuinya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, temuilah ibumu! Ibn Uyainah berkata, "Kemudian turunlah ayat, Allah tidak melarangmu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama ... (QS. Mumtahanah [60]: 8)." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Dari Aisyah r.a.: Aku berkata kepada Rasulullah Saw., "Aku mempunyai dua tetangga. Tetangga mana yang harus didahulukan ketika aku ingin memberi hadiah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Kepada tetangga yang pintu rumahnya paling dekat." (H.R. Bukhari)

Dari Abu Hurairah r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Wahai perempuan muslim, janganlah merendahkan satu tetangga atas tetangga yang lain, walaupun hanya dengan kikil kambing." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Dari Abdul Wahid bin Aiman r.a.: Ayahku pernah bercerita bahwa ia pernah menemui Aisyah r.a., dan di hadapannya ada sehelai pakaian dari katun kasar seharga lima dirham. Kemudian, Aisyah berkata kepadanya, "Lemparkan pandanganmu kepada budak perempuanku yang sedang aku perhatikan. Ia akan menjadi cantik ketika mengenakan pakaian ini dirumahku. Aku adalah seorang perempuan yang memiliki baju seperti itu pada masa Rasulullah Saw., dan perempuan Madinah ingin bersolek datang kepadaku untuk meminjamnya." (H.R. Al Bukhari)

Dari Auf bin Malik Al thufauil: Tentang sebuah Jual-beli atau pemberian sesuatu yang dilakukan Aisyah, Abdullah bin Zubair r.a. berkata, "Demi Allah, Aisyah harus menghentikan atau mencegahnya untuk menggunakan hartanya." Aisyah bertanya, "Benarkah ia mengatakan demikian?" Para sahabat menjawab, "Benar." Aisyah berkata, "Apa yang dikatakannya telah dicatat di sisi Allah, dan aku bernazar bahwa aku tidak akan berbicara dengan Ibn Al Zubair untuk selamnya."

Setelah lama tidak saling menyapa, Ibn Al Zubair meminta bantuan orang lain agar bisa bertemu dengan Aisyah. Akan tetapi Aisyah berkata, "Demi Allah, Tidak. Aku tidak akan menerima perantaranya dan membatalkan nazarku." Kemudain Abdullah bin Al Zubair berbicara kepada Al Miswar bin Mukharamah dan Abdurrahman bin Al Aswad bin Abd Yaghuts. Kepada mereka, Ibn Zubair berkata, "Allah meninggikan derajat kalian jika kalian bisa mempertemukanku dengan Aisyah r.a. Sebab, ia tidak boleh bernazar untuk memutuskan silaturahmi denganku." Al Miswar dan Abdurrahman menyanggupi sehingga keduanya meminta izin kepada Aisyah r.a. Mereka berkata, "Assalamu alaikum warah matullahi wabarakatuh. Apakah kami boleh masuk?" Aisyah menjawab, "Masuklah!" Mereka bertanya lagi, "Apakah kami semua?" Aisyah menjawab, "Ya, kalian semua-Aisyah tidak mengetahui bahwa Abdullah bin Al Zubair bersama mereka."

Ketika Abdullah bin Zubair memasuki hijab, ia segera meminta maaf kepada Aisyah sambil menangis. Abdurrahman dan Al Miswar ikut membujuk Aisyah agar menerima dan berbicara kepada Al Zubair. Mereka berkata, Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah melarang apa yang kamu ketahui, yaitu tidak saling menyapa. Seorang muslim tidak boleh mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari." Setelah itu mereka memberikan banyak nasehat kepada Aisyah, akhirnya Aisyah menyadarinya dan menangis. Ia berkata, "Aku telah bernazar dan nazar itu sangat berat."

Abdurrahman dan Al Miswar terus membujuk Aisyah hingga ia mau berbicara dengan Abdullah bin Al Zubair. Untuk menebus nazarnya Aisyah membebaskan empat puluh budak. Setiap kali teringat pada nazar itu, Aisyah selalu menangis hingga air mata selalu membasahi jilbabnya (H.R. Al Bukhari)

Dari Abu Hurairah r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Seorang perempuan pelacur melihat seekor anjing yang sedang menjulurkan lidahnya di tepi sebuah sumur. Anjing itu hampir mati kehausan. Perempuan tersebut melepas sepatunya dan mengikatnya dengan kerudung untuk mengambil air dari sumur, lalu ia meminumkannya kepada anjing. Oleh karena itu, dosa-dosanya diampuni." (H.R. Al Bukhari)

Hadis-hadis di atas menjelaskan bahwa perempuan harus memberikan sumbangsih pada lingkungannya, menebar kebaikan melauli tangan dan hatinya, dan bergaul secara baik dan penuh kesopanan.

Lingkungan paling utama yang berhak mendapatkan kebaikan perempuan adalah kedua orang tua dan para kerabatnya. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan bersedekah untuk meringankan beban kehidupan orang tua serta bersedia mengqhada kewajiban-kewajiban mereka yang telah lewat, seperti puasa dan haji. Kebaikan bersedekah ini bisa dilaksanakan meski orang tua kita dalam kemusyrikan dan bukan kelompok yang wajib di perangi.

Dari hadis yang diriwayatkan Buraidah, Imam Al Nawawi menyimpulkan beberapa hal, antara lain:

Pertama, perempuan (anak) boleh berpuasa atas nama orang tua yang telah meninggal.

Kedua, barang yang telah disedekahkan oleh anak kepada orang tua boleh diwarisi sang anak ketika orang tuanya meninggal. Barang tersebut boleh juga dimanfaatkan tetapi makruh untuk dijual.

Ketiga, boleh menghajikan orang yang telah meninggal atau orang yang tidak mampu melakukannya disebabkan faktor fisik. Hal ini telah disepakati oleh sebagian besar ulama.

Dari hadis yang diriwayatkan Maimunah, kita dapat mengetahui bahwa kerabat yang miskin lebih pantas menetima sedekah dari pada orang lain. Jika kerabat itu membutuhkan pelayan untuk rumah tangganya, memberikan pelayan kepadanya lebih baik dari pada memerdekakan budak. Sebab, yang diperoleh dalam memberikan pelayanan kepadanya adalah dua pahala: pahala sedekah dan pahala silaturahmi.

Dalam hadis yang diriwayatkan Aisyah dan Abu Hurairah terdapat anjuran agar perempuan berbuat baik kepada tetangga, utamanya tetangga terdekat. Sebab, dialah orang yang sring melihat dan mengetahui makanan atau barang yang masuk ke rumah kita. Dia juga kadang lebih mengetahui keadaan kita serta lebih cepat memberikan bantuan jika ada kesulitan yang menimpa kita, utamanya ketika kita sedang lengah. Selanjutnya, salah satu etika bertetangga adalah tidak meremehkan sekecil apapun sedekah yang diberikannya. Bahkan, kita dianjurkan untuk bersedekah apa saja yang bermanfaat untuk tetangga kita. Selain sedekah berupa materi, sedekah dalam bentuk nasehat keagamaan dan kehidupan duniawi juga sangat dianjurkan.

Hadis dari Abdul Wahid berisi anjuran agar memperluas lingkup kebaikan dan sumbangsih perempuan kepada lingkungannya, seperti meminjamkan baju. Dari hadis ini, Al hafizh mengutip pendapat Ibn Al Jauzi yang menyimpulkan, "'Aisyah r.a. bermaksud agar mereka (orang-orang yang sangat membutuhkan) didahulukan dalam masa-masa sulit sehingga sesuatu yang remeh menjadi bernilai bagi mereka. Hadis itu juga menunjukkan bahwa meminjamkan pakaian kepada pengantin merupakan hal yang disukai, dan bukan merupakan suatu aib. Lebih lanjut, hadis ini menampakkan sikap rendah hati dan kelembutan Aisyah kepada pelayannya. Aisyah mengutamakan pelayannya karena ia benar-benar membutuhkan pakaian tersebut."

Dengan demikian, dalam lingkup yang luas, perempuan muslim hakikatnya memainkan peran penting dalam menguatkan sendi-sendi kehidupan masyarakat dan mengukuhkan bangunannya sehingga mereka dapat menjalankan ajaran-ajaran agama dengan baik.

Selanjutnya, hadis yang diriwayatkan Auf bin Malik memberikan landasan penting dalam meneguhkan prinsip-prinsip persaudaraan dalam agama dan akidah Islam, yakni, "seorang muslim tidak boleh mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari." dan "Tidak boleh bernazar untuk memutuskan persaudaraan". Hal demikian tercermin dalam sikap yang ditunjukkan Aisyah r.a. dan Abdullah bin Al Zubair.

Di samping itu, hadis Auf bin mailik juga menjelaskan hal-hal sebbagai berikut.

Pertama, dua orang muslim boleh tidak saling menyapa-lebih dari tiga hari-jika dilakukan atas dasar Allah Swt. Jika dilakukan karena kepentingan duniawi, hukumnya haram.

Kedua, tidak boleh bernazar untuk kemaksiatan. Adapun khafarat nazar adalah memerdekakan seorang budak, atau memberi makan atau pakaian kepada 60 orang miskin. Jika tidak mampu, bisa dengan puasa tiga hari berturut-turut.

Ketiga, kebaikan juga bisa dilakukan dengan menyayangi binatang.[]

Baca artikel lainnya:
Perempuan Yang Membela Agama Allah [Baca]
Peran Sosial Bagi Perempuan [Baca]
Balasan Bagi Ibu Yang Baik -Bagian 2- [Baca]
Balasan Bagi Ibu Yang Baik -Bagian 1- [Baca]

Tidak ada komentar: