Senin, 16 Agustus 2010

Balasan Bagi Ibu Yang Baik -Bagian 2-


Seorang Ibu adalah lambang belas kasih, pengorbanan, dan kebesaran hati. Ibu menanggung sendiri semua beban dalam membesarkan anak sejak kehamilan hingga kelahiran, lalu penyusuan hingga penyapihan. Kontribusi ibu selam periode ini-utamanya dalam mempertaruhkan nyawa dalam situasi kritis-seperti kontribusi pejuang atau mujahid di jalan Allah. Jika ibu meninggal dalam masa itu, ia memperoleh pahala seperti pahala orang yang mati syahid.

Kadang-kadang kita melihat seorang ibu yang penyayang. Ia khawatir bila anaknya celaka, walaupun ia jauh darinya. Kadang-kadang kita juga melihat seorang ibu yang rela mengorbankan kebahagiaan, kesenangan, dan ketenangannya demi ketenangan dan kebahagiaan anak-anaknya. Kadang-kadang kita melihat ibu yang rela berlapar-lapar demi memenuhi kebutuhan anak-anaknya.

Hadis Umamah menyoroti sejauhmana keteguahan seorang perempuan dalam memenuhi hak Tuhannya, seperti menjalankan shalat, dan menjaga hak suaminya karena mengharapkan pahala dan surga dari Allah Swt. sebagai balasan dari kasih sayang dan perhatiannya kepada anak-anak.

Kasih sayang dan segala perhatian ibu kepada anak-anaknya bukan hanya menjaga kelangsungan hidup yang layak bagi mereka. Lebih dari itu, seorang ibu selalu menginginkan anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang shaleh. Untuk itu, ia selalu berjanji kepada mereka untuk menjaga dan mendidik mereka sesuai dengan nilai-nilai islam yang benar. Dengan cara seperti ini, ibu seperti menanam sebatang pohon yang kuat di taman Islam, menanamkan cinta islam dan dakwah untuk islam.

Seorang ibu mengajarkan kepada anaknya untuk mencintai ilmu pengetahuan dan menghormati para ulama, menyayangi kaum muslimin dan berlaku adil kepada non-Muslim. Lebih dari itu ibu sesalu mendorong anak-anaknya untuk mengasah kemampuan berdialog dengan cara yang baik, memilih jalan kebenaran, mendukung hubungan sosial yang kondusif, membenci perpecahan dan peduli terhadap segala masalah yang dihadapi umat. Ibu yang baik juga memperingatkan anak-anaknya tentang bahaya komunisme, pembaratan, globalisasi, dan ancaman Yahudi.

Dari sini, kita bisa melihat betapa seorang ibu melakukan segala cara untuk menyuburkan tanaman islam dalam jiwa anak-anaknya, misalnya dengan mempererat hubungannya dengan anak-anak dan membiasakan mereka untuk melaksanakan shalat dan puasa sejak dini. Dengan penuh kasih sayang dan kecintaan, serta dengan penuh harapan untuk menanamkan dan menumbuhkan ahlak yang luhur dan mulia, soerang ibu berusaha menjadikan dirinya suru teladan yang baik bagi mereka dalam kehidupan sehari-hari. Jika tidak, bagaimana akan tumbuh sikap jujur pada diri mereka, meski hanya bercanda? Bagaimana akan tertanam keutamaan untuk menyimpan rahasia, sedangkan dari mulut sang ibu telah keluar berbagai rahasia yang seharusnya disimpan? Atau, bagaimana akan tumbuh sikap yang dapat dipercaya pada diri anak, sementara orang tua selalu menyebarkan rahasia dan aib orang lain dihadapan mereka?

Dengan demikian, jika para ibu ingin berhasil mencapai kedudukan mulia ini, hendaknya mereka bersabar dalam menghadapi segala ujian serta berteguh hati bahwa tugas yang dijalankan adalah anugrah dan amanah dari Allah Swt., sebagaimana dicontohkan oleh Ummu Sulaim dan ibu-ibu yang lain.

Nah, sebagai penghargaan atas peran besar dan kasih sayang ibu bagi kehidupan anak-anak, Allah membalasnya dengan menempatkanya sebagai sosok paling berhak mendapatkan perlakuan istimewa dari anak-anaknya. Allah juga menjadikan surga di bawah telapak kakinya, dan menjadikannya-ketika terjadi perceraian-sebagai orang yang lebih berhak mengasuh anak-anak dari pada ayah mereka selama mereka belum menikah lagi. Karena itu, Syaikh Hasan Shiddiq Khan berpendapat,

"Para ulama telah sepakat bahwa ibu lebih berhak mengasuh anak dari pada ayah. Ibn Mundzir mengutip ijma' bahwa hak ibu hanya bisa dibatalkan dengan pernikahan lagi. Hadis ini juga menjelaskan beberapa hukum yang lain, yaitu orang yang paling berhak mengasuh anak adalah ibu selama ia belum menikah lagi dengan orang lain, lalu bibi dari pihak ibu, lalu ayah. Kemudian, Al Hakim menentukan kerabat yang dinilai layak. Apabila anak telah dewasa, ia dipersilahkan memilih antara ayah dan ibunya. Jika ia menilai bahwa tidak ada yang layak mengasuhnya, syariat menetapkan bahwa pengasuhnya diserahkan kepada orang yang layak."[]

Baca artikel lainnya:
Peran Sosial Bagi Perempuan [Baca]
Berbakti dan Bersilaturahmi [Baca]
Balasan Bagi Ibu Yang Baik -Bagian 1- [Baca]
Menikahi Janda [Baca]

Tidak ada komentar: