Sabtu, 31 Juli 2010

Haji Bagi Perempuan


Ibnu Abbas r.a. bercerita. Aku pernah mendengar khutbah Rasulullah Saw. "Seorang laki-laki tidak boleh sekali-kali berduaan dengan seorang perempuan, kecuali bila perempuan itu disertai mahramnya." Seseorang berdiri dan berkata, "Ya Rasulullah, istriku keluar rumah untuk suatu kepertuan (haji), sementara aku ikut dalam suatu peperangan." Beliu menjawab, "Pergilah, lalu berhajilah bersama istrimu." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini mengaskan beberapa hal antara lain:

Pertama, perempuan dilarang untuk bepergian untuk haji dan umrah tanpa ditemani mahram atau suaminya. Mayoritas fuqaha berpendapat, "Perempuan dilarang melakukan apapun yang disebut sebagai bepergian, baik jauh maupun dekat." Sementara itu, ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa perempuan dilarang bepergian dengan jarak yang mengharuskan qasar shalat. Tentang kepergian haji dan umrah fardu, pengikut mazhab Syafi'i berpendapat bahwa perempuan tidak dilarang bepergian selama ia merasa dirinya aman. Namun, menurut fuqaha mazhab Hanafi dan Imam Ahmad, hal itu tidak boleh berdasarkan sabda Rasulullah Saw., "Perempuan hanya boleh pergi haji jika ditemani mahramnya." (H.R. Daruquthni)

Kedua, mayoritas ulama berpendapat bahwa suami atau mahram tidak wajib menemani perempuan yang ingin beribadah haji. Sementara itu, Imam Ahmad berkata bahwa suami atau mahram wajib menyertai perempuan jika tidak ada orang lain yang menemaninya.

Ketiga, ada pengecualian dalam larangan bepergian bagi perempuan, yaitu kondisi-kondisi darurat, seperti tertinggal dari kendaraan atau melarikan diri dari musuh.

Keempat, islam hendak melindungi kaum perempuan dan menghindarkan mereka dari hal-hal yang dapat mendatangkan tuduhan dan permusuhan.

Kelima, islam melarang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dari berduaan (khalwat). Sebab, hal itu dapat mendatangkan tuduhan yang tidak terpuji dan mengantarkan mereka pada kemungkaran.[]

Baca artikel lainnya:
Bersedekah Dan Izin Suami [Baca]
Bersedekah Kepada Suami [Baca]
Shalat Id Bagi Perempuan [Baca]
Saf Shalat Yang Utama Bagi Perempuan [Baca]

Shalat Id Bagi Perempuan


Ummu Athiyyah r.a. menuturkan, Rasulullah Saw. memerintahkan kepada kami (kaum perempuan) agar ikut shalat Idul Fitri dan Idul Adha -di lapangan- yaitu bagi perempuan yang sudah balig, yang tidak haid, dan yang memiliki kerudung. Adapun bagi perempuan yang sedang haid mereka tidak usah melaksankan shalat tetapi dianjurkan agar ikut dalam amal kebajikan dan dakwah kepada kaum muslimin. Aku bertanya, "Ya Rasulullah, bagaimana bila seseorang dari kami tidak mempunyai jilbab?" Beliau menjawab, "Saudara harus meminjamkan jilbab kepadanya." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menjelaskan beberapa hal sebagi berikut.

Pertama, perempuan berhak menghadiri shalat Idul Fitri dan Idul Adha.

Kedua, perempuan haid dilarang masuk ke tempat-tempat shalat atau musalla meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai larangan tersebut.

Imam An Nawawi berkata, "Sahabat-sahabat kami berbeda pendapat mengenai larangan ini. Akan tetapi, mayoritas mereka berpendapat bahwa larangan tersebut merupakan sikap kehati-hatian saja, bukan pengharaman. Sebab, larangan itu untuk mencegah kaum perempuan berdekatan dengan kaum laki-laki tanpa suatu keperluan dan tidak pula melaksanakan shalat. Selain itu, tidak adanya larangan dalam hal ini karena shalat hari raya tidak dilakukan di dalam masjid.[]

Baca artikel lainnya:
Bersedekah Kepada Suami [Baca]
Haji Bagi Perempuan [Baca]
Shalat Perempuan Di Masjid [Baca]
Saf Shalat Yang Utama Bagi Perempuan [Baca]

Shalat Perempuan Di Masjid


Ibnu Umar r.a. bercerita. Istri Umar shalat subuh dan isya berjamaah di masjid. Dikatakan kepadanya, "Mengapa kau pergi keluar rumah, padahal kamu tahu bahwa umar tidak menyukai hal itu dan pecemburu?" Istrinya balik bertanya, "Apa yang menghalangi Umar untuk melarangku (keluar rumah)?" Ibnu Umar mengatakan, "Yang menghalangi umar (untuk melarang istrinya shalat di masjid) adalah sabda Rasulullah Saw. 'Janganlah kamu melarang hamba-hamba Allah (perempuan) untuk shalat di masjid-Nya." (H.R. Al Bukhari)

Hadist di atas menjelaskan secara tegas bahwa tidak ada larangan yang mencegah perempuan dari aktivitas ibadah di dalam masjid, terutama shalat wajib. Diakui ada beberapa hadist yang mengutamakan shalat dirumah bagi perempuan. Namun, tidak ditemukan sebuah hadist pun yang mengatakan bahwa shalat di dalam masjid terlarang bagi perempuan. Karena itu, beberapa ulama menganjurkan agar kaum perempuan juga memakmurkan masjid dengan aktivitas-aktivitas yang baik seperti pengajian, halaqah atau diskusi, selama mereka tidak meninggalkan atau mengabaikan tugas utamanya dirumah.[]

Baca artikel lainnya:
Haji Bagi Perempuan [Baca]
Shalat Id Bagi Perempuan [Baca]
Saf Shalat Yang Utama Bagi Perempuan [Baca]
Memakai Wewangian Ke Masjid [Baca]

Rabu, 28 Juli 2010

Saf Shalat Yang Utama Bagi Perempuan


Abu hurairah r.a. berkata: Rasulullah Saw. bersabda, "Saf shalat laki-laki yang paling baik adalah yang paling depan, sedangkan saf yang paling buruk adalah yang paling belakang. Sebaliknya, saf shalat perempuan yang paling baik adalah yang paling belakang, sedangkan saf yang paling buruk adalah yang paling depan." (H.R. Muslim)

Hadits di atas menjelaskan bahwa saf paling depan adalah yang paling utama bagi laki-laki. Sebab, saf terdepan lebih dekat kepada imam dan lebih jauh dari saf perempuan sehingga laki-laki tidak melihat perempuan dan perempuan tidak terkena fitnah.

Selain itu, hadits di atas juga menegaskan bahwa saf shalat paling belakang adalah yang paling utama bagi perempuan. Sebab, ia semakin jauh dari saf laki-laki serta semakin kecil kemungkinannya terkena fitnah.

Selanjutnya, ada beberapa adab yang harus dijaga ketika saf laki-laki berdekatan dengan saf perempuan. Diatara adab itu adalah perempuan tidak mengangkat kepala dari ruku' atau sujud sebelum laki-laki mengangkat kepala, dan perempuan sebaikknya keluar dari masjid lebih dahulu -jika tidak ada pintu khusus bagi masing-masing.[]

Baca artikel lainnya:
Shalat Id Bagi Perempuan [Baca]
Shalat Perempuan Di Masjid [Baca]
Memakai Wewangian Ke Masjid [Baca]
Tempat Shalat Yang Utama Bagi Perempuan [Baca]

Memakai Wewangian Ke Masjid


Zainab r.a. berkata: Rasulullah Saw. bersabda, "Apabila kalian (kaum perempuan) hendak pergi ke masjid, jaganlah memakai wewangian." (H.R. Muslim)

Hadits di atas menjelaskan kebolehan perempuan untuk pergi ke masjid. Tentang kebolehan ini ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh mereka sebagaimana ditetapkan para ulama dengan merujuk beberapa hadits. Imam An-Nawawi dalam Syarh An-Nawawi, juz 4, h. 161, menyebutkan beberapa diantaranya:
(a.) Tidak memakai wewangian, perhiasan dan pakaian untuk pamer.
(b.) Tidak membaur dengan kaum laki-laki sehingga bisa menimbulkan fitnah.
(c.) Tidak ada sesuatu yang dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan dan sebagainya di perjalanan.[]


Baca artikel lainnya:
Shalat Perempuan Di Masjid [Baca]
Saf Shalat Yang Utama Bagi Perempuan [Baca]
Tempat Shalat Yang Utama Bagi Perempuan [Baca]
Sabar Menghadapi Musibah [Baca]

Tempat Shalat Yang Utama Bagi Perempuan


Ummu Salamah r.a. berkata: Rasulullah Saw. bersabda, "Sebaik-baiknya masjid (tempat shalat) bagi perempuan adalah rumah mereka sendiri." (H.R. Imam Ahmad, dan Al Hakim)

Hadits ini menjelaskan bahwa tempat sholat yang paling baik bagi perempuan adalah rumahnya. Bahkan, dalam Hadits yang lain, Nabi Saw. menegaskan bahwa tempat sholat yang utama bagi perempuan adalah kamarnya. Hal ini semata-mata untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan kaum perempuan. Dengan demikian, kaum perempuan juga boleh shalat di masjid jika suaminya mengizinkan tanpa meninggalkan tugas-tugasnya dirumah. Sebab, masjid juga merupakan tempat ibadah kaum muslimin, baik laki-laki maupun perempuan.

Baca artikel lainnya:
Saf Shalat Yang Utama Bagi Perempuan [Baca]
Memakai Wewangian Ke Masjid [Baca]
Sabar Menghadapi Musibah [Baca]
Mendidik Anak Perempuan [Baca]

Senin, 26 Juli 2010

Sabar Menghadapi Musibah


Anas bin Malik r.a. bercerita. Suatu hari ketika sedang berjalan, Rasulullah Saw. bertemu dengan seorang perempuan yang sedang menangis di kuburan. Beliau Saw. bersabda, "Bertakwalah kepada Allah Swt. dan berasbarlah!" Akan tetapi, perempuan itu berkata, "Enyahlah dariku, Kamu tidak merasakan musibah yang sedang menimpaku sehingga tidak mengetahui perasaanku." Kemudian, ia diberi tahu bahwa orang yang tadi berbicara kepadanya adalah Rasulullah Saw. Seketika itu, perempuan tersebut bergegas pergi kerumah Rasulullah Saw. Ia mendapati Beliau tanpa pengawal. Ia berkata, "Tadi aku tidak mengenalimu." Beliu bersabda, "Sesungguhnya, kesabaran yang sempurna adalah pada saat tertimpa musibah." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menegaskan beberapa hal sebagai berikut

Pertama, kesabaran dan ketabahan ketika ditimpa bencana akan mendorong seseorang meraih surga. Sebaliknya, ketidak sabaran merupakan sikap yang bertentangan dengan ketakwaan.

Kedua, kesabaran yang hakiki adalah menerima dengan lapang dada musibah yang minimpa sejak awal, bukan setelah musibah itu berlalu. Sebab, musibah yang berlalu segera terlupakan bersama berlalunya waktu.

Ketiga, hadist di atas membolehkan menangis ketika ditimpa musibah, tetapi tanpa disertai ratapan. Menangis kala ditimpa musibah akan mendatangkan simpati dan kasih sayang orang lain. Namun, perlu diingat bahwa kasih sayang Allah akan diberikan kepada orang yang memiliki kasih sayang kepada mahluk-Nya.


Keempat
, hadist di atas menganjurkan agar kaum muslimin mau menghibur dan meringankan beban orang yang sedang ditimpa musibah.

Kelima, hadits di atas membolehkan perempuan berziarah kubur. Sebab, jika hal itu tidak dibolehkan, tentu Rasulullah Saw. akan melarang perempuan itu berziarah kubur.

Keenam, hadits di atas menegaskan tentang sikap rendah hati dan keramahan Rasulullah Saw. kepada orang awam. Ketika perempuan itu tidak mengindahkan kata-kata Rasulullah karena tidak mengetahuinya, Beliau tidak marah dan bersikap ramah.

Ketujuh, hadist di atas mengajarkan suatu tradisi yang baik, yaitu selalu melakukan amar ma'ruf nahi mungkar.[]

Baca artikel lainnya:
Memakai Wewangian Ke Masjid [Baca]
Tempat Shalat Yang Utama Bagi Perempuan [Baca]
Mendidik Anak Perempuan [Baca]
Rahasia Bersedekah dan Beristigfar [Baca]

Minggu, 25 Juli 2010

Mendidik Anak Perempuan


Dari Abu Musa Al Asy'ari r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Siapa saja laki-laki yang mempunyai seorang anak perempuan, lalu memberinya pendidikan dengan sebaik-baiknya, mengajari perilaku terpuji dengan sebaik-baiknya, lalu menikahkannya, ia memperoleh dua pahala." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini mengegaskan bahwa memberikan pendidikan dan pengajaran kepada istri atau keluarga merupakan tanggung jawab suami. Begitu juga tanggung jawab terhadap anak-anaknya.

Dalam pendahuluan bukunya, Ibnu Sahnun menyebutkan bahwa Isa bin Miskin, seorang hakim yang sangat wara', senantiasa mengajari anak-anak perempuan dan para pelayannya. Seperti kata Iyadh, setiap kali menyelesaikan shalat ashar, Ibnu Sahnun memanggil kedua anak perempuan dan keponakan-keponakan perempuannya untuk belajar Al Qur an dan pengetahuan yang lain. Hal yang sama juga dilakukan penakluk Sisilia, Asad bin Al Furat, terhadap anak perempuannya, Asma' seorang perempuan yang rajin mengkaji ilmu dan memperoleh derajat yang tinggi.

Selain itu, seperti dikutip Abdullah Ulwan dalam Tarbiyah Al-Awlad, juz 2, h.278,Al Khusyini mengatakan seorang pendidik di istana Muhammad bin Al Aghlab senantiasa mengajar anak laki-laki pada siang hari dan anak perempuan pada malam hari.[]


Baca artikel lainnya:
Tempat Shalat Yang Utama Bagi Perempuan [Baca]
Sabar Menghadapi Musibah [Baca]
Rahasia Bersedekah dan Beristigfar [Baca]
Larangan Menyakiti Istri [Baca]

Rahasia Bersedekah dan Beristigfar


Dari Abdullah bin Umar r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Wahai kaum perempuan, bersedekahlah dan perbanyaklah memohon ampun kepada Allah Swt., karena aku melihat -pada malam isra'- kebanyakan penghuni neraka adalah dari jenis kalian." Seorang perempuan bertanya, "Apakah sebabnya kebanyakan penghuni neraka adalah dari jenis kami?" Beliau menjawab, "Karena kalian sering melaknat dan meremehkan apa yang diberikan suami. Aku juga melihat kebanyakan kalian memiliki kekurangan dalam akal dan agama." Periwayat hadits ini bertanya, "Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan kekurangan akal dan agama?" Beliau menjawab, "Kesaksian dua orang perempuan sebanding dengan kesaksian seorang laki-laki. Inilah yang dimaksud dengan kekurangan dalam akal. Selain itu, ketika sedang haid, perempuan tidak shalat dan tidak berpuasa selama beberapa hari, inilah kekurangan dalam agama." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan beberapa hal sebagai berikut.

Pertama, tentang seberapa besar kebutuhan perempuan terhadap nasihat dan peringatan, serta seberapa besar perhatian Rasulullah Saw. terhadap masalah ini.

Kedua, kemampuan akal bisa meningkat dan bisa menurun, sebagaimana halnya keberagamaan dan keimanan. Kekurangan akal dan keberagamaan pada perempuan disebabkan ketidaksempurnaan perannya dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama dan menggunakan akal, baikkarena sifat bawaan maupun karena sifat yang di usahakan.

Ketiga, pengingkaran terhadap nikmat yang diberikan suami adalah perbuatan tercela. Hal yang lebih tercela adalah kebiasaan melaknat, mencela dan berbicara kasar. Bahaya besar yang mengancam kaum perempuan adalah karena sifat-sifat tersebut mendominasi perilaku mereka. Hal ini pula yang menyebabkan kebanyakan mereka diancam dengan akibat yang buruk dan tempat kembali yang seburuk-buruknya.

Hadist ini mendorong kaum prempuan agar mengenali cara terpenting dan jalan tercepat untuk menghindarkan diri dari neraka, yaitu dengan banyak bersedekah dan beristigfar.[]

Baca artikel lainnya:
Sabar Menghadapi Musibah [Baca]
Mendidik Anak Perempuan [Baca]
Larangan Menyakiti Istri [Baca]
Mukmin Yang Terbaik [Baca]

Sabtu, 24 Juli 2010

Larangan Menyakiti Istri


Dari Ayyas bin 'Abdullah bin Abu Dzubab: Rasulullah Saw. bersabda, "Jangan memukul hamba (perempuan) Allah Swt." Kemudaian, Umar bin Khathab mendatangi Rasulullah Saw. seraya berkata, "Kadang-kadang kaum perempuan berbuat durhaka kepada suami mereka. Umar meminta keringanan agar dibolehkan memukul mereka. Namun sejumlah perempuan mendatangi istri-istri Nabi Saw. dan mengadukan perlakuan suami mereka. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. bersabda, "Bayak perempuan menemui istri-istri Muhammad untuk mengadukan perlakuan suami mereka. Suami-suami seperti itu bukanlah orang-orang terbaik." (H.R. Abu Dawud, Ibn Majah, Al Darimi, Ibn Hibban, dan Al Hakim)

Ada kaitan erat antara keimana dan ahlak yang baik. Semakin baik ahlak seseorang, keimanannya pun semakin sempurna. Semakin baik sikap seseorang kepada orang lain dengan menampakkan wajah berseri, tidak menyakiti dan berbuat baik, keutamaannya pun semakin besar di sisi Allah.

Kaitan seperti ini berpengaruh besar terhadap hubungan di antara anggota-anggota masyarakat, khususnya kasih sayang kepada perempuan ketika keimanan kaum laki-laki berkaitan dengan tingkat kebaikannya kepada istri mereka, disamping menunjukkan ketinggian ahlak mereka. Beliau Saw. juga bersabda, "Hanya orang mulia yang memuliakan perempuan dan hanya orang tercela yang merendahkan mereka." Dalil yang paling kuat terhadap hal ini adalah bahwa seruan ini ditujukan kepada kaum muslimin agar menggunakan hukum syariat dan akal sehat dalam menyelesaikan perselisiahan dengan istri, bukan menggunakan perasaan.

Meskipun syariat membolehkan pemukulan terhadap istri, hal itu hanya boleh dilakukan dalam keadaan terpakasa. Selain membolehkannya, syariat juga mencela orang yang melakukannya sebagai kebiasaan. Syariat juga menyebutkan bahwa orang yang tidak menggunakan cara tesebut sebagai orang yang paling baik.[]

Baca artikel lainnya:
Mendidik Anak Perempuan [Baca]
Rahasia Bersedekah dan Beristigfar [Baca]
Mukmin Yang Terbaik [Baca]
Larangan Bersikap Buruk Pada Kaum Wanita [Baca]

Mukmin Yang Terbaik


Dari Abu Hurairah r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Orang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik ahlaknya, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik perlakuannya terhadap perempuan." (H.R. Al Tirmidzi dan dia menilainya Hasan Shahih)

Hadits di atas menegaskan bahwa orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik ahlaknya. Salah satu ahlak mulia adalah bersikap baik kepada istri, sebagaimana diperintahkan oleh Al Qur 'an ...dan pergaulilah mereka (istri-istri) dengan cara yang makruf ... (Q.S. An Nisa [4]: 19). Dengan cara seperti ini, seorang suami akan menjadi mukmin terbaik.[]

Baca artikel lainnya:
Rahasia Bersedekah dan Beristigfar [Baca]
Larangan Menyakiti Istri [Baca]
Larangan Bersikap Buruk Pada Kaum Wanita [Baca]
Perintah Bersikap Baik Pada Wanita [Baca]

Larangan Bersikap Buruk Pada Kaum Wanita


Rasulullah Saw. bersabda, "Aku ingatkan kepada kalian tentang hak dua orang yang lemah yaitu anak yatim dan perempuan." (H.R. Imam Ahmad, Ibn Majah dan Al Hakim)

Hadits ini memperingatkan perilaku nuruk terhadap perempuan, sebagaimana terhadap anak yatim. Hadits ini juga mengumpamakan perempuan dengan orang yang lemah dan tertawan, serta menjelaskan bagaimana syariat Islam mengharamkan sikap aniaya terhadap keduanya. Selain mengumpamakan perempuan dengan orang lemah yang tidak berdaya, Rasulullah Saw. juga mengumpamakan orang yang telah berumah tangga dengan orang yang tertawan. Beliau juga bersabda, "Janganlah mencari-cari alasan untuk menyakiti mereka."

Baca artikel lainnya:
Larangan Menyakiti Istri [Baca]
Mukmin Yang Terbaik [Baca]
Perintah Bersikap Baik Pada Wanita [Baca]
Memilih Calon Suami [Baca]

Perintah Bersikap Baik Pada Wanita


Dari Abu Hurairah r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Barang siapa beriman Kepada Allah Swt. dan Hari Akhir, hendaklah ia tidak mengganggu tetangganya. Jagalah pesanku tentang kaum perempuan agar mereka diperlakukan dengan baik. Sebab, mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Oleh karena itu, jagalah pesanku tentang kaum perempuan agar mereka diperlakukan dengan baik." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Kita melihat hadits ini menyoroti kelemahan ilmiah perempuan. Dalam dirinya ada kebengkokan naluriah yang tidak bisa diluruskan oleh siapapun. Namun demikian, tuntunan kebijaksanaan Allah Swt., sebagaimana -termasuk kebijaksanaan-Nya- Dia menjadikan laki-laki memiliki kemampuan untuk memelihara hal ini dengan membawanya pada pergaulan yang baik.

Imam Al Ghazali -sebagaimana di kutip dalam Al Lu'lu wa Al Marjan karya Muhammad Fu'Ad 'Abdul Baqi, H.194- berkata, "salah satu kewajiban suami terhadap istri adalah memperlakukan dengan baik. Perlakuan baik kepadanya bukan hanya tidak menyakitinya, melainkan juga bersabar atas prilaku buruk, kelambanan dan kemarahannya untuk meneladani Rasulullah Saw. Ketahuilah bahwa istri beliau yang mengejek beliau dengan mengulang perkataan dan ada pula yang tidak memedulikan beliau hingga malam. Lebih dari itu, laki-laki dapat lebih bersabar atas perilaku istri dengan humor yang bisa menyenangkan hatinya."[]

Baca artikel lainnya:
Mukmin Yang Terbaik [Baca]
Larangan Bersikap Buruk Pada Kaum Wanita [Baca]
Perempuan Dalam Al Qur 'an [Baca]
Memilih Calon Suami [Baca]

Rabu, 21 Juli 2010

Memilih Calon Suami


Dari Abu Hurairah r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Janganlah menikahkan seorang janda sebelum meminta pendapatnya dan janganlah menikahkan perawan sebelum meminta persetujuannya." Sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, apa tanda persetujuannya?" Beliau menjawab, "Ia diam -bila malu berbicara." Dalam redaksi dari Muslim disebutkan, "Seorang janda lebih berhak atas dirinya dari pada walinya." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menjelaskan hak perempuan untuk memperoleh kebebsan dalam memilih suami. Oleh karena itu, anak gadis boleh dinikahkan hanya bila telah dimintai persetujuannya, dan janda hanya boleh dinikahkan bila telah dimintai pendapatnya. Hal ini bukan berarti bahwa mereka boleh menikah tanpa izin wali.

Al Hafizh berkata, "Dalam hal ini, tidak ada indikasi (dilalah) yang menunjukkan bahwa izin wali tidak diperlukan. Sebaliknya, ada indikasi yang kuat meminta izin wali dalam menikahkan perempuan: gadis atau janda."

Imam Al Nawawi juga mengomentari hak janda ini. Ia berkata, "Bahwa kata ahaqqu (lebih berhak) menunjukkan makna kesetaraan (musyarakah). Artinya, janda mempunyai hak atas dirinya dalam pernikahan dan walipun memiliki hak dalam hal terebut. Namun, hak jandalebih kuat dari pada hak wali. Oleh karena itu, apabila wali hendak menikahkannya dengan seorang laki-laki yang sederajat, tetapi janda itu menolaknya, ia tdak boleh dipaksa. Sebaliknya, apabila ia ingin menikah dengan seorang laki-laki yang sederajat, tetapi wali mencegahnya, wali tersebut boleh dipaksa. Seandainya wali tetap dengan pendiriannya, hakim (qadhi) boleh menikahkannya. Hal ini menunjukkan bahwa hak janda dalam penentuan pernikahan lebih besar dari pada hak wali.[]

Baca artikel lainnya:
Larangan Bersikap Buruk Pada Kaum Wanita [Baca]
Perintah Bersikap Baik Pada Wanita [Baca]
Perempuan Dalam Al Qur 'an [Baca]
Kesetaraan Perempuan dan Laki-laki [Baca]

Perempuan Dalam Al Qur 'an


Dari Ummu Salamah r.a.: Aku bertanya kepada Rasulullah Saw., "Mengapa kami -kaum perempuan- tidak disebutkan (keutamaannya) dalam Al qur 'an sebagaimana kaum laki-laki?" Rasulullah Saw. tidak segera menjawab. Namun, pada waktu yang lain, ku lihat Beliau berdiri di atas mimbar. Ketika itu, aku sedang minyisir rambut. Setelah selesai menggulung rambut, aku masuk ke salah satu kamar di rumahku. Kupasang pendengaranku di dekat atap masjid -yang ketika itu masih terbuat dari pelepah kurma, dan posisinya dekat dengan mimbar masjid. Aku dengar Nabi Saw. bersabda, "Wahai manusia, sesungguhnya Allah Swt. berfirman dalam kitab-Nya, sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang memluk islam, laki-laki dan perempuan yang beriman, laki-laki dan perempuan yang taat [kepada Allah], laki-lai dan perempuan yang [berbuat] benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatan, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut [nama] Allah, bagi mereka, Allah menyediakan ampunan dan pahala yang besar. (QS Al Ahzab [33]:35)"

(HR. Ahmad, Al Nasa'i, dan Al Hakim yang menlainya sahih berdasarkan kriteria Al Bukhari dan Muslim.)



Hadits ini menunjukkan beberapa hal sebagai berikut.

Pertama, kegelisahan dan kekhawatiran kaum perempuan zaman Nabi Saw. (Shahabiyyat) karena Al Qur an tidak menyebutkan mereka sebagaimana kaum laki-laki. Kekhawatiran ini muncul akibat penilaian buruk mereka. Dengan tidak disebutkan dalam Al Qur an, mereka menganggap bahwa hal itu seakan-akan menunjukkan bahwa kedudukan mereka tidak seperti kedudukan laki-laki, meskipun mereka telah menunaikan semua kewajiban yang dibebankan kepada mereka. Mereka juga merasa bahwa kebajikan mereka tidak akan pernah setara dengan kebajikan yang dilakukan oleh laki-laki.

Berkenaan dengan makna ayat yang dikutip dalam hadits di atas (Al Ahzab: 35), Muqatil berkata: "Ummu Salamah dan Anisah binti Ka'ab dari kalangan Anshar berkata kepada Rasulullah Saw., 'Mengapa Allah menyebutkan laki-laki, tetapi tidak menyebutkan perempuan sedikitpun dalam kitab suci-Nya? kami merasa khawatir jika kami tidak bisa berbuat kebajikan.' Kemudian, turunlah ayat tersebut." Demikian disebutkan dalam Tafsir Al Baghawi.

Diriwayatkan bahwa sepulang dari Habasyah bersama suaminya, Ja'far bin Abi Thalib, Asma' binti 'Umais menemui istri-istri Nabi Saw. seraya berkata, "Adakah ayat Al Qur'an yang diturunkan berkenaan dengan kita?" Mereka menjawab, "Tidak Ada." Lalu Asma' menemui Rasulullah Saw. ia berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya kaum perempuan berputus asa dan merugi!" Rasulullah Saw. bertanya, "Apa sebabnya?" Asma' menjawab, "Karena kebaikan-kebaikan mereka tidak disebutkan -dalam Al Qur'an- sebagaimana kaum laki-laki." Kemudian, turunlah ayat tersebut.

Kedua, hadits di atas menggambarkan bagaimana cara Al Qur'an memberi ketenangan kepada kaum perempuan dan menghilangkan kegelisahan dan keraguan mereka. Dalam hal ini, Al Qur'an mengungkapkan drajat dan kedudukan perempuan dalam islam. Al Qur'an juga menegaskan, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam usaha menggapai drajat tertinggi dalam agama serta dalam memperoleh pahala dan ampunan dari Allah Swt.

Ketiga, hadits di atas menggamarkan perhatian kaum perempuan pada awal islam dalam hal ketinggian cita-cita mereka, semangat (ghairah) mereka dalam agama, dan keinginan mereka untuk berlomba dengan kaum laki-laki dalam berbuat kebajikan dan mencapai drajat yang tinggi.

Keempat, hadits di atas menjelaskan perbedaan kedudukandan peranan perempuan dalam masyarakat islam, serta kadar kepercayaan diri dan keyakina yang dijamin dalam islam. []

Baca artikel lainnya:
Perintah Bersikap Baik Pada Wanita [Baca]
Memilih Calon Suami [Baca]
Kesetaraan Perempuan dan Laki-laki [Baca]
Menjaga Rahasia [Baca]

Senin, 19 Juli 2010

Kesetaraan Perempuan dan Laki-laki

Dari 'A'isyah: Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya kaum perempuan setara dengan kaum laki-laki." (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, Al-Darimi dan Ibnu Majah)

Hadits ini menunjukkan tingkat persamaan perempuan dan laki-laki, serta kedudukan tinggi perempuan dalam padangan islam. Tentang hadits ini, Imam Khithabi berkata, "Dalam hadits ini terdapat pengetian fiqih, yaitu penegasan adanya qiyas dan hukum kesetaraan."

Baca artikel lainnya:
Perempuan Dalam Al Qur 'an [Baca]
Memilih Calon Suami [Baca]
Menjaga Rahasia [Baca]
Keutamaan Bersedekah Bagi Perempuan [Baca]