Sabtu, 11 Desember 2010

Penyakit Hati

Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambahkan penyakit mereka. (QS. Al Baqarah: 10)

Penyakit yang bersemayam dalam hati ada dua macam, yaitu penyakit subhat disertai keraguan dan penyakit syahwat yang disertai kesesatan. Al Qur an menyebutkan dua penyakit tersebut dalam firman Allah SWT sebagi berikut:

Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambahkan penyakit mereka. (QS. Al Baqarah: 10)

Allah juga berfirman:

Supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengataan), "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai peri\umpamaan. (QS. Al Muddatstsir: 31)

Allah juga berfirman brkaitan dengan orang yang tidak mau menjadikan Al Qur an dan Sunnah sebagai dasar mereka dalam mengambil sebuah keputusan.

Dan ketika diseru kepada Allah dan Rasul-Nya, yaitu agar (Rasul) menegakkan hukum di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. Namun, apabila keputusan itu menguntungkan, mereka akan datang kepada Rasul dengan patuh. Apakah di dalam hati mereka terdapat penyakit, ataukah mereka ragu, ataukah mereka khawatir bahwa Allah dan Rasul-Nya akan berlaku zhalim terhadap mereka? Sebaliknya, merekalah orang-orang yang zhalim (QS. An Nur: 48-50)

Ayat tersebut menerangkan penyakit subhat yang membawa keraguan

Selasa, 21 September 2010

Menjaga Lisan dari mengutuk/Melaknat

Laknat, memiliki dua makna dalam bahasa arab:
Pertama: Berkenaan mencerca
Kedua : Bermakna pengusiran dan penjauhan dari rahmat Allah.

Melaknat seorang muslim termasuk dosa besar. Tsabit bin Adl Dlahhak r.a. berkata: "Rasulullah Saw. bersabda: 'Siapa yang melaknat seorang Mukmin maka ia seperti membunuhnya.'" (HR. Bukhari). Ucapan Nabi Saw. dijelaskan oleh Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani r.a. dalam kitabnya Fathul Bari: "Karena jika ia melaknat seseorang maka seakan-akan ia mendo'akan kejelekan bagi orang tersebut dengan kebinasaan."

Sebenarnya, perangai jelek ini bukanlah milik seorang Mukmin. Sebagaimana Nabi Saw. bersabda: "Bukanlah seorang Mukmin itu seorang yang suka mencela, tidak pula seorang yang suka melaknat, bukan seorang yang keji dan kotor ucapanya."(HR. Bukhari)

Melaknat itu bukan pula sifat orang-orang yang jujur dalam keimanannya. Nabi Saw. bersabda: "Tidak pantas bagi seorang sidiq (jujur) untuk menjadi seorang yang suka melaknat." (HR. Muslim)

Nabi Saw. bersabda: "Orang yang suka melaknat itu bukanlah orang yang dapat memberi syafaat dan tidak pula menjadi saksi pada hari kiamat." (HR. Muslim)

Imam Abu Dawud r.a. meriwayatkan dari hadis Abu Darda r.a. bahwasannya Nabi Saw. bersabda: "Apabila seorang hamba melaknat sesuatu maka laknat itu naik ke langit, lalu tertutuplah pintu-pintu langit. Kemudian laknat itu turun ke bumi, lalu ia mengambil ke kanan dan ke kiri. Apabila ia tidak mendapatkan kelapangan, maka ia kembali kepada orang yang dilaknat jika memang berhak mendapatkan laknat dan jika tidak ia kembali kepada orang yang mengucapkannya."

Ada beberapa hal yang dikecualikan dalam larangan melaknat ini, yakni kita boleh melaknat para pelaku maksiat dari kalangan muslimin namun tidak secara ta'yin (secara langsung dengan menyebut nama pelakunya). Beliau Saw. menggambarkan: "Allah melaknat wanita yang membuat tato, wanita yang minta dibuatkan tato, wanita yang mencabutkan alisnya, wanita yang minta dicabutkan alisnya, dan melaknat wanita yang mengikir giginya untuk tujuan memperindahnya, wanita yang merubah ciptaan Allah Azza wa Jalla."(HR. Bukhari. "Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki." (HR. Bukhari)

Nabi Saw. bersabda: "Janganlah kalian mencaci orang-orang yang telah meninggal karena mereka telah sampai/menemui (balasan dari) apa yang dulunya mereka perbuat." (HR. Bukhari)

Setelah kita mengetahui buruknya perangai ini dan ancaman serta bahayanya yang akan di terima oleh pengucapnya, maka hendaklah kita bertakwa kepada Allah Ta'ala. Janganlah kita membiasakan lisan kita untuk melaknat karena kebencian dan ketidaksenangan pada seseorang. Kita bertakwa kepada Allah dengan menjaga dan membersihkan lisan kita dari ucapan yang tidak pantas dan kita basahi selalu dengan kalimat thayyibah. Wallahu a'lam bis shawwab.

Jumat, 03 September 2010

Menjaga Rahasia

Dari Aisyah r.a.: Kami semua, istri Rasulullah Saw., selalu setia berda di sisinya. Suatu hari, Fatimah, putri Rasulullah Saw. datang menghampirinya. Demi Allah, cara berjalannya tidak berbeda dengan cara berjalan Rasulullah Saw. Ketika melihatnya, Rasulullah Saw. segera menyambutnya seraya berkata, "Selamat datang, wahai putriku!" Beliau lalu mempersilahkan duduk di samping kanan atau kirinya. Lalu, beliau membisikkan sesuatu kepadanya. Tiba-tiba, ia tertawa. Melihat hal itu, aku bergumam tentang dirinya, "Rasulullah Saw. telah mengistimewakan dirimu atas istri-istrinya dengan suatu rahasia, lalu apa yang menyebabkanmu menangis??"

Ketika, Rasulullah Saw, pergi, aku bertanya kepada Fatimah, "Apa yang telah dibisikkan Rasulullah Saw. kepadamu?"

Fatmah menjawab, "Aku tidak akan membuka rahasia Rasulullah Saw."

Setelah Rasulullah Saw. wafat, aku berkata, "Aku bersumpah demi kebenaran yang pernah kamu janjikan kepadaku. Apa yang telah Rasulullah Saw. bisikkan kepadamu?"

Fatimah menjawab, "Adapun sekarang, tidak apa-apa. Ketika berbisik kepadaku, pada bisikan pertama, beliau memberitahukan kepadaku, 'Jibril biasanya membacakan Al Qua an sekali dalam setahun, tetapi sekarang ia membacakannya dua kali. Aku yakin bahwa-hal itu pertanda-ajalku telah dekat. Oleh karena itu bertakwalah kepada Allah Swt. dan bersabarlah. Sesunguhnya, sebaik-baik pendahulu adalah aku bagimu. Akupun menangis seperti yang kau lihat.

"Kemudian, ketika melihatku bersedih, beliau berbisik lagi kepadaku, 'Wahai Fatimah, tidakkah kamu senang bahwa dirimu adalah pemuka perempuan alam semesta atas pemuka perempuan umat ini?' Aku pun tertawa seperti yang kamu ketahui (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat muslim disebutkan bahwa Fatimah berkata, "Rasulullah Saw. berbisik kepadaku. Beliau memberitahu kepadaku bahwa akulah dari keluarganya yang pertama menyusul sehingga aku tertawa."


Hadis ini menunjukkan keutamaan dan kedudukan Fatimah r.a. sebagai pemuka perempuan alam semesta. Hadis ini juga menunjukkan keteguahn Fatimah r.a. dalam menjaga rahasia, dan Aisyah sangat menghormati hal tersebut dan tidak berusaha mengetahui sebelum tiba waktu yang tepat.

Fatimah berkata, "Rasulullah Saw berbisik kepadaku. Beliau memberitahukan kepadaku bahwa akulah dari keluarganya yang petama menyusulnya sehingga aku tertawa." Tentang hal ini, Imam Al Nawawi berkomentar, "Fatimah tertawa gembira karena ialah orang pertama yang akan segera menyusul beliau. Hal ini menunjukkan bahwa ia lebih mementingkan akhirat dan berbahagia dengan keberangkatan ke sana dan kebebasan dari dunia ini." Selanjutnya, Al Nawawi berkata, "Ini merupakan satu, bahkan dua, mukjizat yang jelas bagi Rasulullah Saw. Beliau memberitahukan bahwa Fatimah masih hidup sepeninggalnya, tetapi ia adalah anggota keluarganya yang pertama menyusulnya."

Selain itu, hadis ini menunjukkan kesabaran seorang mukmin dalam menghadapi musibah. Seorang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan, sudah semestinya bersabar setiap menghadapi musibah serta tidak cepat berbangga dan sombong ketika mendapatkan anugerah. Wallahu a'lam bish shawab.[]

Baca artikel lainnya:
Perempuan Dalam Al Qur 'an [Baca]
Kesetaraan Perempuan dan Laki-laki [Baca]
Keutamaan Bersedekah Bagi Perempuan [Baca]
Pembela Kebenaran [Baca]

Keutamaan Bersedekah Bagi Perempuan


Dari Aisyah r.a.: Seorang istri Rasulullah Saw. pernah bertanya kepada beliau, "Siapakah dianatara kami yang akan menyusulmu lebih dahulu?" Beliau menjawab, "Ia yang lebih panjang tangannya." Merekapun mengambil sepotong ranting, lalu mengukur tangan masing-masing. Ternyata, Saudah yang lebih panjang tangannya. Setelah itu, tahulah kami bahwa yang dimaksud dengan tangan panjang yang lebih dahulu menyusul beliau adalah orang yang banyak bersedekah. (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Aisyah berkata, "Di antara kami, yang paling panjang tangannya adalah Zainab, karena ia bekerja dengan tangannya sendiri dan suka bersedekah."


Hadis di atas menjelaskan kepada kita bahwa wanita shalihah mestinya gemar berinfak. Para shabat yang mulia, baik laki-laki maupun perempuan, selalu berinfak dan bersedekah meskipun mereka tidak memilki banyak harta. Mereka bahkan berlomba-lomba untuk membantu meringankan beban orang lain.

Selain Saudah r.a., sebagaimana disebutkan dalam hadis di atas, ada dua sahabat perempuan yang amat gemar berinfak dan bersedekah, yaitu Aisyah r.a. dan Zainab bintu Jahsy. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat, Aisyah bersedekah dengan apa yang dimilkinya, walaupun ia hanya memilki sebutir kurma. Ketika ia bersedekah, ia tida pernah memikirkan dirinya, bahkan pernah ia tidak menemukan sedikitpun makanan untuk berbuka puasa.

Begitu juga Zainab binti Jahsya r.a. Dialah yang dikatakan oleh Aisyah, "Tidak ada orang yang lebih baik daripada dirnya, yang banyak bersedekah dan sering mengorbankan diri dalam bekerja agar dapat bersedekah dan mendekatkan diri kepada Allah Swt."

Inilah dua teladan dari pribadi-pribadi pilihan. Keduanya menrupakan sosok teladan yang dapat merai drajat tinggi di sisi Allah.[]


Baca artikel lainnya:
Kesetaraan Perempuan dan Laki-laki [Baca]
Menjaga Rahasia [Baca]
Pembela Kebenaran [Baca]
Senda Gurau Suami Istri [Baca]

Pembela Kebenaran


Dari Aisyah r.a.: Hampir setiap kali keluar rumah, Rasulullah Saw. selalu menyebut dan memuji Khadijah. Suatu hari, beliau menyebut namanya sehingga menimbulkan kecemburuanku. Aku berkata, "Wahai Rasul, bukankah Khadijah hanyalah seorang perempuan tua, dan Allah Swt. telah memberikan gantinya dengan yang lebih baik bagimu?"

Mendengar hal itu, Rasulullah Saw. marah hingga rambut di ubun-ubunya bergerak. Kemudian, beliau bersabda, "Tidak, demi Allah. Allah tidak menggantikan untukku seorangpun yang lebih baik daripada dirinya. Ia beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkariku, memercayaiku ketika orang-orang mendustaiku, membantuku dengan hartanya ketika orang-orang tidak mau memberikan hartanya kepadaku, dan Allah Swt. menganugrahiku dengan anak-anaknya ketika istri-istriku yang lain tidak dapat memberikan anak kepadaku."

[Setelah mendengar penjelasan beliau] Aku pun berjanji dalam hati, bahwa aku tidak akan menyebut Khadijah lagi dengan sesuatu yang buruk. (H.R. Al Bukhari, Muslim, dan Ahmad)


Hadis ini menunjukkan bahwa istri seorang juru dakwah, sebagaimana dijelaskan oleh Amal Zakariya Al Anshari, harus memahami beberapa hal berikut.

Pertama, istri seorang juru dakwah hendaklah bersabar atas berbagai kekurangan dan keterbatasan suami yang aktif dalam kegiatan dakwah dan menghiburnya bila terlihat sedang gelisah dan sedih, dengan cara apapun yang dapat dilakukannya. Istri seorang da'i harus menjadi tempat berlindung bagi suami ketika merasa letih dan gelisah.

Kedua, Istri seorang juru dakwah hendaklah tidak mudah marah, bersikap lemah lembut, bersabar, penyayang, pemaaf, dan dermawan. Allah Swt. berfirman, berilah maaf dan berilah ampunan, bukankah kalian berharap agar Allah mengampuni dosa-dosa kalian...

Ketiga, istri seorang juru dakwah hendaklah menyadari bahwa suami memikul tanggung jawab besar, membutuhkan semangat dan kerja keras yang terus-menerus, melelahkan dan menguras banyak energi. Oleh karena itu, ia sangat membutuhkan istri yang dapat membantu meringankan bebannya, cerdas, cerdik dan memiliki wawasan yang luas. Dengan demikian, kesabaran dan keimanannya dapat mengubah keletihannya menjadi suatu kebahagiaan, dan meringankan beban pikirannya yang penat, yang ditimbulkan oleh berbagai masalah. Suami akan merasakan kenyamanan dan ketenangan setelah melihat pandangan yang penuh simpati dari istrinya dan senyuman yang tulus darinya. Tidak ada sentuhan yang lebih lembut dan menimbulkan ketenangan suami daripada sentuhan yang datang dari jiwa yang tulus seorang istri. Suami yang sudah dewasa akan merasa seperti bayi yang sedang berasa dalam pangkuan seorang istri yang mulia. Jika demikian, istri telah melakukan sesuatu yang berarti dalam kegiatan dakwah, dan ia telah menjalankan keislamannya serta memahami berbagai persoalan dengan baik.[]


Baca artikel lainnya:
Menjaga Rahasia [Baca]
Keutamaan Bersedekah Bagi Perempuan [Baca]
Senda Gurau Suami Istri [Baca]
Batasan Toleransi Terhadap Perilaku Buruk Istri [Baca]

Senda Gurau Suami Istri


Dari Atha bin Rabbah r.a.: Aku melihat Jabir bin Abdullah dan Jabir bin Umair Al Anshari sedang bercanda dengan berlempar-lemparan. Kemudian, salah seorang dari mereka berkata kepada temannya, "Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, 'Setiap orang yang melakukan sesuatu yang tidak ada zikir kepada Allah di dalamnya dinilai sebagai orang yang bermain-main dan melakukan kesia-siaan, kecuali empat orang, yaitu suami-istri yang bersenda gurau, seorang yang merawat kudanya (atau kendaraan yang digunakan untuk bejihad atu berbuat kebaikan-peny), seseorang yang berjalan diatas dua tujuan, dan seseorang yang megajari berenang (olah raga untuk kesehatan tubuh-peny.)."


Hadis ini menjelaskan keutamaan istri dan suami dalam bersenda gurau dan bercanda. Ketahuilah bahwa, senda gurau dan canda tawa yang dilakukan suami istri tidak termasuk perbuatan yang sia-sia (lahw), bahkan ia dinilai ibadah kepada Allah Swt. senda gurau juga dapat menumbuhkan rasa saling percaya suami istri serta meningkatkan rasa cinta dan kasih sayang diantara keduanya.[]

Baca artikel lainnya:
Keutamaan Bersedekah Bagi Perempuan [Baca]
Pembela Kebenaran [Baca]
Batasan Toleransi Terhadap Perilaku Buruk Istri [Baca]
Merusak Hubungan Suami -Istri [Baca]

Batasan Toleransi Terhadap Perilaku Buruk Istri


Dari Ibn Abbas r.a.: Seseorang menemui Rasulullah Saw. dan mengadu, "Aku punya istri yang sangat aku cintai. Namun, ia tidak pernah menolak dari tangan lain yang menyentuhnya." Tidak lama kemudian, ia bertanya,"Wahai Nabi, apakah aku harus menceraikannya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, bersabarlah terhadapnya dan bersenang-senagnlah dengannya."


Hadis ini memaparkan sifat perempuan yang tidak memiliki kesalehan dalam agamanya. Dr. Rahman Hafizh menjelaskan karakteristinya,

"Ia adalah perempuan yang suka bersenang-senang, bebas bepergian, meninggalkan shalat, bergaul bebas tanpa batas, senang bercumbu rayu, berpenampilan secara berlebihan sehingga mengundang perhatian orang lain, mengumbar senyuman dan pembicaraaan tiada berguna, selalu ikut campur dalam hal apa pun, baik yang berguna baginya maupun yang tidak berguna, lebih-lebih jika teman pergaulannya adalah wanita-wanita yang suka bersenang-senang, menyanyi dan berjoget."

Penjelasan Dr. Rahman tersebut semestinya mengingatkan wanita shalehah untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela. Dan, sebagai istri yang baik, membiarkan tangan orang lain menyentuh dirinya adalah sesuatu yang halal tapi di benci Allah Swt.[]

Baca artikel lainnya:
Pembela Kebenaran [Baca]
Senda Gurau Suami Istri [Baca]
Merusak Hubungan Suami -Istri [Baca]
Ketamakan [Baca]

Rabu, 01 September 2010

Merusak Hubungan Suami -Istri


Dari Mu'adz bin Jabal r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Jika seorang istri menyakiti suaminya di dunia, istrinya-di surga kelak-yakni bidadari, berkata kepada istri tersebut, 'Janganlah menyakitinya, semoga Allah membinasakan dirimu. Ia adalah tamu di sisimu dan akan segera meninggalkanmu untuk datang kepadaku." (H.R. Al Tirmidzi, Ibn Majah, dan Ahmad)

Dari Tsauban r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Perempuan mana pun yang meminta cerai dari suaminya tanpa alasan yang dibenarkan, haram baginya mencium wangi surga."

Dari Ibn. Abbas r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Barang siapa merusak hubungan suami-istri, ia bukan dari golongan kami.Barang siapa merusak hubungan suami-istri, ia bukan dari golongan kami.

Dari Ibn Abbas r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Barang siapa mendengarkan omongan orang-orang, sementara mereka membencinya, tuangkanlah timah panas kedalam kedua telinganya." (HR. Ibn Al Jauzi)



bin Dinar berkata, "Seorang laki-laki di Madinah memiliki adik perempuan. Musibah tiba-tiba datang dan merenggut nyawa adiknya. Laki-laki itu pun mempersiapkan pemakamannya. Pada saat pemakaman, seseorang yang membawa tas berisi uang ikut mengangkat jenazah yang hendak dimakamkan. Ia meletakkan tas itu dipangkuannya, dan karena lupa, tas itu terkubur bersama jenazah perempuan tersebut. Setelah pemakaman usai, orang itu pulang bersama para pengiring jenazah. Di tengah jalan, ia teringat pada tasnya yang raib. Ia pun segera mencari sampai ke kuburan. Setelah mengingat-ingat keberadaan tas tersebut, pemiliknya yakin bahwa tas itu ikut terkubur bersama jenazah. Ia pun segera meminta bantuan temannya: kakak perempuan yang meninggal itu.

Akhirnya, mereka kembali menggali kuburan itu dan menemukan tas tersebut. Kakak perempuan itu tiba-tiba ingin melihat kondisi jenazah adiknya. Ia berkata pada temannya, "Menyingkirlah, supaya aku bisa melihat jenazah adikku." Lalu ia mengangkat bagian tubuh mayat adiknya dari liang lahat. Tiba-tiba, kuburan itu seperti menyemburkan api hingga ia mengembalikan mayat ke tempatnya. Ia memanggil temanya, lalu menguruk kuburan itu lagi. Lalu, ia segera pulang dan menemui ibunya. Sang kakak bertanya, "Bunda, beritahukan kepadaku, apa yang telah dilakukan adikku selama hidupnya?"

Ibunya balik bertanya, "Mengapa engkau menanyakannya, bukankah ia sudah meninggal?"

Sang kakak bertanya lagi, "Beritahukan kepadaku , Bunda!"

Ibunya berkata, "Adikmu sering menunda-nunda shalat. Aku menduga, ketika melakukan shalat, ia pun tak pernah berwuhu terlebih dahulu. Ia juga sering mendatangi rumah tetangga ketika mereka telah tertidur, lalu mengetuk pintunya hingga menyakiti mereka."

Pembaca, itulah siksa kubur bagi orang yang sering menunda shalat dan menyakiti tetangganya. Saya perlu menekankan di sini, bahwa hadis-hadis di atas mengingatkan kita tentang perbuatan menyakiti tetangga yang bisa merusak hubungan suami istri. Ganjaran untuk tindakan ini-sebagaimana disebutkan-adalah haram mencium wangi surga dan dianggap telah keluar dari islam. Dengan demikian, perempuan saleh tidak semestinya melakukan tindakan tercela ini. Ia semestinya takut pada murka Tuhannya dan Adzab-Nya. Dan, untuk memiliki sikap demikian, ia mesti memiliki pengetahuan islam yang baik, keimanan yang kukuh, dan pergaulan dan kaum mukminah yang menjaga diri.[]

Baca artikel lainnya:
Senda Gurau Suami Istri [Baca]
Batasan Toleransi Terhadap Perilaku Buruk Istri [Baca]
Ketamakan [Baca]
Pakaian Kebohongan [Baca]

Ketamakan


Dari Abu Hurairah r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Seorang perempuan tidak boleh menuntut cerai bagi saudaranya 9madunya) supaya cinta suami hanya tercurah kepadanya. Padaha, ia sudah mendapatkan bagiannya." (Al Bukhari, Abu Dawud, dan Al Nasa'i)


Pesan utama hadis di atasa adalah tentang bagaimana islam mengatur hubungan seorang istri dengan madunya. Seorang istri yang dimadu, sebagaimana dijelaskan hadis di atas, tidak boleh menuntut erai kepada suaminya dengan tujuan supaya suami lebih mencintai dirinya. Sebab, tuntutan ini bisa menyebabkan suami berlaku tidak adil kepada madunya. Padahal, dalam kasus suami yang berpoligami, biasanya sang istri sudah mengizinkan suami untuk menikah lagi karena alasan yang dibenarkan syariat.

Selain itu, tuntutan perceraian adalah sesuatu yang tidak baik dilakukan olaeh istri yang salihah. Sebab, meskipun hukumnya halal, perceraian atau talak adalah sesuatu yang amat dibenci Allah. Dengan demikian, tuntutan perceraian bisa mendatangkan kemurkaan Allah. Oleh karena itu, sebagai istri yang baik, jika suami telah memutuskan untuk berpoligami dengan alasan yang dibenarkan syariat, ia sebaiknya menerima cinta suami yang telah terbagi kepada istri yang lain. Ia tidak boleh berbuat curang untuk memperoleh kecintaan yang lebih besar dari suami dengan cara yang tidak patut.[]

Baca artikel lainnya:
Batasan Toleransi Terhadap Perilaku Buruk Istri [Baca]
Merusak Hubungan Suami -Istri [Baca]
Pakaian Kebohongan [Baca]
Kecemburuan Istri [Baca]

Pakaian Kebohongan



Dari Asma r.a.: Seorang perempuan berkata, "Ya Rasulullah, aku punya madu (istri lain dari suaminya). Bolehkah aku berdandan untuk suamiku dengan sesuatu yang tidak diberikan kepadaku?" Rasulullah Saw. menjawab, "Orang yang berdandan dengan sesuatu yang bukan miliknya adalah seperti orang yang mengenakan dua pakaian kebohongan." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Hadis ini mengingatkan perempuan untuk bersikap jujur dalam tindakan dan penampilannya. Perempuan salihah tidak sepantasnya berpenampilan dengan sesuatu yang bukan miliknya, misalnya dengan pakaian dan perhiasan yang dipinjam dari orang lain. Sebab, tindakan seperti itu bisa melukai hati suami yang tidak mampu memberikan sesuatu yang lebih baik daripada pemberiannya. Selain itu, penampilan tersebut juga bisa disalahtafsirkan seagai pembohongan terhadap suami, lebih-lebih jika suami adalah pecemburu.

Selain memuat pesan agar perempuan salihah menjaga diri dari dandanan yang bukan miliknya, hadis di atas juga mengingatkan bahaya kepalsuan dalam penampilan. Hal ini sering terjadi pada perempuan-perempuan yang senang menonjolkan diri dan ingin dipuji. Mereka suka berhias dan berpenampilan palsu. Mereka juga senang mengklaim dengan penuh kebanggaan bahwa semua pakaian dan perhiasan yang mendukung penampilannya adalah harta miliknya-padahal bisa jadi semuanya adalah pinjaman. Akibatnya, mereka hanya menampilkan kebohongan di mata orang banyak, lebih-lebih di mata suami. Inilah kebohongan publik yang hanya menambah keburukan diri. Inilah contoh amat buruk yang digambarkan Rasulullah Saw. sebagai "mengenakan dua pakaian kebohongan". Semoga anda, para perempuan salihah, terhindar dari tindakan yang tidak pantas ini.[]

Baca artikel lainnya:
Merusak Hubungan Suami -Istri [Baca]
Ketamakan [Baca]
Kecemburuan Istri [Baca]
Sikap Tercela Bagi Perempuan [Baca]

Kecemburuan Istri


Dari Aisyah r.a.: Aku pernah cemburu kepada perempuan-perempuan yang menyerahkan diri mereka kepada Rasulullah Saw. Aku bertanya, "Apakah perempuan boleh menyerahkan dirinya?" Ketika turun ayat: Kamu boleh menangguhkan (menggauli) siapa yang kamu kehendaki diantara mereka (istri-istrimu) dan [boleh pula] menggauli siapa yang kamu kehendaki [Q.S. Al Ahzab [33]: 51), Aku berkata, "Tuhanmu hanya mendahulukan keinginanmu." (H.R. Abu Dawud dan Al Tirmidzhi)

Dari Annas r.a.: Shafiyyah mendapat kabar bahwa Hafshah berkata kepada dirinya, "Putri Yahudi." Shafiyyah pun menangis. Ketika itu, Rasulullah Saw. menemuinya, lalu bertanya, "Apakah gerangan yang menyebabkanmu menangis?" Shafiyyah menjawab, "Hafshah mengataan bahwa aku putri yahudi." Rasulullah Saw. bersabda, "Sungguh, kamu adalah putri seorang nabi, dan sekarang kamu berada dalam lindungan seorang nabi. Dengan apalagi ia akan membanggakan diri kepadamu"" Selanjutya, beliau bersabda, "Bertakwalah kepada Allah Swt., wahai Hashah!"(H.R. Al Tirmidzhi)



Hadis di atas menunjukkan sesuatu yang bisa menyebabkan kecemburuan seorang perempuan dan sejauh mana hal itu berpengaruh terhadap perilaku perempuan pada umumnya, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan. Para ulama mengklasifikasikan kecemburuan berdasarkan jenisnya. Dalam kitab Al-Fath dijelaskan.

"Asal kecemburuan adalah sifat bawaan bagi perempuan. Namun, jika berlebihan, ia menjadi sifat terela. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadis yang diriwayatkan dari Jabir bin Atik Al-Anshari, 'Kecemburuan ada yang disukai dan ada pula yang dibenci Allah. Kecemburuan yang disukai Allah adalah kecemburuan yang disertai alasan, sedangkan kecembuaruan yang tidak disukai Allah adalah kecemburuan yang tidak disertai alasan. Pembagian ini berkenaan dengan hak laki-laki yang boleh menikahi lebih dari satu istri. Sedangkan, perempuan tidak boleh memiliki dua suami sekaligus.

Kecemburuan istri kepada suaminya atas perbuatan haram-misalnya karena suami dikhawatirkan berzina, tidak memenuhi hak sebagai suami, bersikap kasar dengan memukul istri, atau lebih mengutamakan istri yang lain dari pada dirinya-adalah kecemburuan yang bisa dibenarkan berdasarkan alasan. Namun, hal itu harus disertai indikasi-indikasi yang tampak dan didasarkan pada asumsi yang mengarah pada bukti. Jika tidak disertai indikasi dan asumsi yang mengarah pada bukti, kecemburuan itu tidak berdasar dan dibenci Allah. Adapun jika suami telah bersikap adil dan menunaikan hak masing-masing istrinya-meskipun semua istrinya belum bisa menerimanya-hal ini dimaafkan selama tidak menimbulkan perkataan dan tindakan yang diharamkan."


Walhasil, hadis-hadis di atas mengingatkan kita pada kecemburuan yang dilarang, yakni kecemburuan yang dapat menyebabkan munculnya perkataan atau tindakan yang diharamkan. Wallahu a'lam.[]

Baca artikel lainnya:
Ketamakan [Baca]
Pakaian Kebohongan [Baca]
Sikap Tercela Bagi Perempuan [Baca]
Benci Karena Allah [Baca]

Senin, 30 Agustus 2010

Sikap Tercela Bagi Perempuan


Dari Imran bin Hushain r.a.: Ketika Rasulullah Saw. sedang dalam perjalanannya, seorang perempuan dari kalangan Anshar yang sedang menunggang unta berkeluh kesah, lalu mengutuk unta tersebut. Hal itu, terdengar oleh RAsulullah Saw. Beliau lalu menegurnya, "Ambillah apa yang ada padanya dan tinggalkanlah, karena unta itu telah dikutuk." Dalam riwayat lain disebutkan, "Jangan biarkan unta yang dikutuk menemani kita." 'Imran berkata, "Seolah-olah aku melihatnya berjalan di tengah orang-orang tanpa seorangpun yang menghiraukannya." (HR. Muslim)

Dari Luqaith bin Sirah: Aku berkata, "Ya Rasulullah, aku mempunyai seorang istri yang ... (ia menyebutkan kata-kata jorok istrinya)." Rasulullah Saw. bersabda, "Cerikanlah dia!" Aku berkata,"Ia mempunyai seorang adik perempuan dan seorang anak." Rasulullah Saw. bersabda, "Suruhlah ia (berbuat baik) atau berbicaralah kepadanya jika ada kebaikan yang akan ia lakukan, dan janganlah memukul istrimu seperti memukul budak perempuanmu." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)


Hadis di atas menyoroti beberapa hal berikut.
Pertama, emosi perempuan sering menguasai dirinya. Sudah menjadi kodrat bahwa perempuan sangat perasa, mudah terpengaruh dan cepat marah. Inilah ciri khas perempuan: mudah meluap emosinya. Ia juga mudah terpengaruh dan cepat marah karena hal-hal yang sepele. Kadang-kadang, kita tidak merasa heran jika sosok yang halus ini berubah secara tiba-tiba. Lalu, kita melihat dia berteriak dan melemparkan kutukan kesana-kemari. Lebih buruk lagi, ia kadang tidak memehatikan dan menyadari kepada siapa ia meluapkan emosinya: orang deat atau orang jauh, teman atau kekasih, suami atau anak. Tiba-tiba, ia memutuskan silaturahmi dan tidak berbicara kepada semua kerabatnya dan temannya. Inilah satu sifat perempuan yang bisa menjerumuskannya ke Neraka.

Diriwayatka bahwa pada suatu hari, seorang sahabat perempuan bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang mengapa kebanyakan penghuni neraka adalah kaum perempuan. Rasulullah Saw. menjawab, "Karena mereka sering melemparkan kutukan dan mengingkari pemberian suami." Oleh karena itu, perempuan yang saleh semestinya menjauhi sifat-sifat yang menjerumuskan ke Neraka, antara lain: suka mengutuk dan mengingkari pemberian suami.

Jika perempuan selalu berusaha untuk mencari keridhaan Allah dan kerelaan hati suaminya, ia pasti akan meraih surga yang dijanjikan. Sebab, surga kaum hawa terletak pada kelegaan dan kerelaan hati suami disamping kepatuhan dan ketundukannya kepada syariat Allah.

Tentang riwayat yang menjelaskan kebanyakan penghuni neraka adalah perempuan, ada sebuah hadis sahih yang mnyetakan sebaliknya.Dalam hadis yang diriwayatkan Muslim ini justru diisyaratkan bahwa kebanyakan penghuni surga adalah perempuan. Diriwayatkan, Muhammad bin Sirin pernah bertanya kepada Abu Hurairah, "Tidak bermaksud membanggakan diri ataupun menyebut-nyebut kembali, aku ingin bertanya: laki-laki atau perempuan yang paling banyak menjadi penduduk surga?"

Abu Hurairah menjawab, "Bukankah Abu Al Qasim (Muhammad) Saw. pernah berkata bahwa sesungguhnya rombongan pertama yang akan masuk kedalam surga laksana bulan di malam purnama, kemudian diikuti oleh kelompok bintang yang bersinar di angkasa. Masing-masing akan diiringi oleh dua orang istri (bidadari) yang sumsum tulangnya terlihat meski terbungkus oleh dangingnya; dan tidak ada seorang pun di dalam surga yang hidup membujang" (HR. Muslim)

Tentang hadis terakhir ini, Imam An Nawawi berkomentar bahwa Al Qadhi berkata, "Makna tekstual hadis ini menunjukkan bahwa kebanyakan penduduk ahli surga adalah kaum perempuan. Sementara itu, dalam hadis lain dijelaskan sebaliknya, bahwa kebanyakan penduduk ahli neraka adalah kaum perempuan. Kesimpulannya, kaum perempuan adalah jenis keturunan Adam yang paling banyak dan karenanya, merekalah yang paling banyak masuk surga dan masuk neraka. (lihat kitab Muslim bi Syarh Al Nawawi, h.170 juz 17).

Kedua, cepat emosi adalah kelemahan kodrati dalam diri perempuan, sebagaimana halnya keemburuan. Oleh karena itu, suami sebaiknya mengetahui ihwal sifat ini, mengenali sebab-sebabnya, dan berupaya untuk meredamnya atau mengatasinya dengan sikap bijak. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh Rasulullah Saw. yang meredam kemarahan Syafiyyah dengan mengusap air matanya. Dengan disertai kata-kata bijak dan lembut, Rasulullah Saw. pun mampu menenangkan gejolak emosi Syafiyyah.

Ketiga, hadis di atas mengingatkan kita untuk segera meredam emosi yang melampau batas. Tujuannya, agar emosi yang meluap-luap itu tidak sampai merusak keimanan seseorang, merendahkan dirinya dan mengotori ahlaknya, menyakiti keluarga dan teman-temanya, dan menebarkan keburukan pada masyarakatnya.[]

Baca artikel lainnya:
Pakaian Kebohongan [Baca]
Kecemburuan Istri [Baca]
Benci Karena Allah [Baca]
Perempuan Yang Kufur Nikmat [Baca]

Benci Karena Allah


Dari Ibn. Abbas r.a.: Suatu hari istri Tsabit bin Qais bin Syammas menemui Rasulullah Saw. lalu berkata, "Ya Rasulullah, aku tidak mencela diri dan agamanya. Akan tetapi, aku tidak suka akan penolakannya untuk masuk islam." Rasulullah Saw. bertanya, "Maukah kamu menerima konsekuensinya?" Ia menjawab, "Mau." Rasulullah Saw. lalu bersabda kepada Tsabit bin Qais bin Syammas, "Terimalah konsekuensinya dan ceraikanlah dia dengan talak satu". (HR. Al Bukhari dan Al Nasa'i)

Hadis ini menunjukkan bahwa perempuan saleh bisa membedakan antara perasaannya terhadap suami dan pengakuannya atas kebaikan-kebaikan suami. Ia tidak pantas merendahkan drajat suaminya atau menyebutkan sifat-sifat buruknya semata-mata karena ia membencinya, membenci sesuatu yang ada pada dirinya, atau karena ingin membebaskan dirinya.

Pelajaran dari hadis di atas, perempuan mukminah sangat dianjurkan bersikap terbuka kepada suaminya. Apa yang menurutnya kurang baik dari pihak suami, seharusnya disampaikan kepadanya dengan cara yang baik: tetap menghormati sang suami. Namun, jika masalahnya tidak dapat diselesaikan di antara kedua belah pihak, suami istri bisa memohon petunjuk kepada orang lain yang mempu memberikan nasehat agama-sebagaimana dilakukan istri Tsabit bin Qias bin Syammas ketika menemui Rasulullah Saw. dalam hadis di atas.[]

Baca artikel lainnya:
Kecemburuan Istri [Baca]
Sikap Tercela Bagi Perempuan [Baca]
Perempuan Yang Kufur Nikmat [Baca]
Calon Penghuni Surga [Baca]

Senin, 23 Agustus 2010

Perempuan Yang Kufur Nikmat



Dari Asma binti Yazid Al Anshariyyah r.a.: Ketika aku sedang duduk bersama orang-orang sebayaku, Rasulullah Saw. lewat dan mengucapkan salam kepada kami. Kemudian, beliau bersabda, "Waspadalah kalian, jagan mengingkari orang-orang yang telah memberikan kenikmatan." Di antara mereka, akulah yang paling berani bertanya kepada beliau. Aku bertanya, "Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan pengingkaran terhadap orang-orang yang telah memberikan kenikmatan?" Beliau menjawab, "Bisa jadi seseorang dari kalian lama menjanda, lalu Allah menganugrahinya suami dan membarinya anak, tetapi ia sangat marah dan mengingkari nikmat. Ia berkata, 'Aku tidak mendapatkan satu kebaikan pun darimu'." (H.R. Al Bukhari dalam Al Adab Al Mufrad dan Ahmad)

Hadis ini mengingatkan kaum perempuan untuk menyukuri nikmat pernikahan dan kehadiran suami. Keberadaan suami adalah suatu anugrah Ilahi bagi perempuan. Apalagi bagi mereka yang telah lama menjanda. Jika Allah menganugrahi mereka pendamping hidup, maka seyogyanya mereka pun bersyukur dan membina rumah tangga yang baik dan harmonis.

Patutlah diketahui, jalan hidup manusia tidak selalu lurus. Ada lika-liku kehidupan dan berbagai perubahan dari waktu ke waktu. Seseorang bisa saja berada di puncak dan menikmati berbagai macam kenyamanan hidup, tetapi ia juga bisa jatuh miskin dan hidup sengsara dengan izin Allah. Semua itu, sudah diatur olah yang Mahakuasa, dan manusia hanya bisa berusaha.

Jika kemiskinan menimpa sebuah keluarga, istri salihah harus bisa bersabar menerima keadaan suaminya. Istri salihah harus bisa mensyukuri kehadiran suami yang saleh. Sebab, dialah pelundung bagi istri dan anak-anaknya. Dialah orang yang tetap berusaha keras untuk menghadapi keluarganya dengan makanan yang halal demi meraih ridha Allah.

Aneh, jika perempuan salehah tidak mau mensyukuri kehadiran suami. Dalam keadaan lapang maupun sempit, istri salihah mestinya mendukung suaminya denga sekuat tenaga. Inilah yang hendak diingatkan oleh Rasulullah Saw. dalam hadis di atas. Istri yang baik harus bisa mengukur kemampuan suaminya. Jika suami tidak bisa memberikan pelayan baginya, ia harus rela mengerjakan tugas-tugas rumah dengan hati lapang. Ia tidak boleh menuntut suaminya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tidak dapat dipikulnya. Ia juga tidak pantas iri dan dengki kepada orang kaya yang berpakaian bagus dan indah serta menikmati berbagai fasilitas hidup yang nyaman.

Jika istri tidak rela dengan keadaan suaminya-dan ia selalu menuntut suaminya dengan hal-hal yang tidak sanggup dipenuhi-ia telah memilih jalan hidup yang kufur nikmat, yaitu mengingkari orang-orang yang telah memberikan kenikmatan. Sebab, ia tidak berterima kasih kepada suaminya, meniadakan pemberiannya, dan menyianyiakan kenikmatan yang telah diberikannya disertai kebencian dan kemarahan. Wallahu a'lam.[]

Baca artikel lainnya:
Sikap Tercela Bagi Perempuan [Baca]
Benci Karena Allah [Baca]
Calon Penghuni Surga [Baca]
Perempuan Yang Membela Agama Allah [Baca]

Selasa, 17 Agustus 2010

Calon Penghuni Surga


Dari abdullah bin Abbas r.a.: Rasulullah Saw., bersabda, "Maukah kuberitahukan kepada kalian tentang istri-istri kalian yang termasuk penghuni surga? Yaitu perempuan yang mencintai suami, mempunyai banyak anak, dan selalu meminta maaf kepada suaminya. Jika ia menyakiti atau disakiti, ia segera mendatangi suaminya dan memegang tangannya, lalu berkata 'Demi Allah, aku tidak akan tidur sebelum engkau ridha kepadaku.'" (H.R. Al Nasa'i)

Hadis di atas menggambarkan beberapa hal sebagai berikut.

Pertama, karakter perempuan Muslim yang shaleh, yaitu perempuan yang mencintai suaminya dan sesalu menjaga ikatan pernikahannya dengan baik. Dialah perempuan idaman yang perhatiannya kepada suami lebih besar dari pada kepada orang lain. Baginya, suami dan keutuhan rumah tangga adalah dua kekayaan yang hakiki dan pusaka yang tidak akan tertandingi oleh harta yang berlimpah. Apabila seorang istri mampu mencintai suaminya, menjalankan kehidupan rumah tangga dengan baik, dan menjaga keutuhan pernikahannya, ia pasti akan meraih surga yang dijanjikannya.

Kedua, istri yang mencintai suami akan senantiasa memohon maaf kepadanya, baik karena telah menyakiti maupun karena disakiti, mendatanginnya dan mencium tangannya untuk memohon kerhidaannya. Ia tidak akan pernah bisa tidur sebelum memperoleh keridhaan suaminya.

Ketiga, istri yang mencintai suami selalu sungguh-sungguh dalam melayani suaminya dan menaati perintahnya. Bahkan, ia mau merendahkan diri dan merasakan berbagai macam kesusahan demi memperoleh ridha Allah Swt.

Keempat, perempuan yang mencintai suami tergerak untuk mengingatkan kelalaian suaminya terhadap kewajiban agama. Ketika suaminya lupa shalat, berdzikir dan menjalankan peran keislaman, ia mengatakan dan menyadarkannya. Inilah empat sifat perempuan yang dijanjikan Surga.[]

Baca artikel lainnya:
Benci Karena Allah [Baca]
Perempuan Yang Kufur Nikmat [Baca]
Perempuan Yang Membela Agama Allah [Baca]
Peran Sosial Bagi Perempuan [Baca]

Perempuan Yang Membela Agama Allah


Dari Anas bin Malik r.a.: Ummu Rabi' binti Al Barra r.a., Ibunda Haritsah binti Suraqah r.a., mendatangi Rasulullah Saw. dan bertanya, "Ya Rasulullah, apakah anda tidak ingin mengatakan sesuatu kepadaku tentang haritsah-yang gugur pada perang badar kerena terkena anak panah. Jika dia di Surga, aku pasti bersabar. Akan tetapi, jika tidak, aku akan terus menangisinya." Rasulullah Saw. menjawab, "Wahai Ummu Haritsah, surga terdiri dari beberapa tingkatan, dan anakmu mendapatkan ganjaran Surga Firdaus yang tertinggi." (H.R. Al bukhari)

Dari Anas bin Malik r.a.: Rasulullah Saw. menemui Ummu Haram binti Mulham r.a., istri Ubadah bin Al Shamith. Suatu hari, beliau menemuinya dan ia memberi beliau makan. Kemudian beliau merebahkan badannya dan tidur. Beberapa saat kemudian beliau bangun lalu tertawa. Ummu Haram bertanya, "Apa yang membuatmu tertawa?" Rasulullah Saw. menjawab, "Sekelompok umatku bersiap-siap berperang di jalan Allah. Mereka berlayar melintasi selat seperti raja-raja di tengah keluarga." Ummu Haram berkata, "Ya Rasulullah, do'akan agar aku termasuk dari mereka." Rasulullah pun mendo'akannya.

Rasulullah Saw. merebahkan badannya lagi lalu tertidur. Kemudian, beliau bangun sambil tertawa. Ummu Haram bertanya, "Apakah yang membuatmu tertawa?" Rasulullah menjawab, "Sekelompok umatku bersiap-siap berperang di jalan Allah ... (seperti ucapan beliau sebelumnya)." Ummu Haram berkata, "Ya Rasulullah, do'akan agar aku termasuk dari mereka." Rasulullah Saw. bersabda, "Kamu termasuk orang-orang yang pertama." Diriwayatkan bahwa, pada pemerintahan Mu'awiyah bin Abu Sufyan, Ummu haram jatuh dari kendaraannya setelah menyeberangi laut, lalu gugur sebagai Mujahid di jalan Allah. (H.R. Al Bukhari)

Hadis di atas menunjukkan beberapa hal berikut.

Pertama, segala sesuatu yang dilakukan perempuan berkenaan dengan agamanya dan partisipasi dalam penyebaran mempunyai makna yang khusus. Dalam catatan sejarah Isalam, kaum perempuan termasuk orang-orang yang gemilang mengukir prestasi. Mereka ikut serta berhijrah demi membela dan memelihara agama Allah. Mereka juga terlibat dalam berbagai peperangan, bahkan berani maju di garis depan untuk mengobarkan semangat, menyediakan logistik dan hal-hal yang berguna.

Kedua, perempuan mukmin, sejak zaman Rasulullah Saw., mengorbankan harta benda, jiwa, anak, suami, serta orang tuanya untuk memuliakan agama ini. Bahkan Al Khansa mengorbankan seluruh anaknya untuk membela Islam. Mereka juga tidak pernah merasa gentar dalam melakukan jihad tersebut.

Ketiga, umat Islam, sebagaimana ditunjukkan oleh Rasulullah Saw., seharusnya selalu menghargai kaum perempuan. Dalam hadis di atas, kita menyaksikan Rasulullah Saw., yang tidak pernah memasuki rumah perempuan, kecuali ruma Ummu Sulaim. Ketika ditanya tentang hal itu, beliau menjawab, "Aku menyayanginya, saudaranya gugur di puhakku." Kita juga menyaksikan bagaimana Rasulullah Saw. membela Asma binti Umais. Ketika Asma binti Umais mengadukan Umar bin Al-Khatab-yang berkeras bahwa orang-orang yang berhijrah ke Madinah lebih berhak atas Rasulullah Saw. dari pada orang-orang yang berhijrah ke Etiopia, dan Asma termasuk orang terakhir ini-Rasulullah Saw. bersabda kepada Asma binti Umais, "Tidak ada yang lebih berhak kepadaku dari pada kalian. Ia (Umar) dan teman-temanya hanya melakukan satu hujrah, sedangkan kalian-orang-orang yang naik kapal laut (yang berhijrah ke Etiopia)-melakukan dua hijrah."

Selanjutnya, kita juga melihat bagaimana sikap khalifah kedua, Umar bin Khatab yang lebih mengutamakan Ummu Salith dari pada putri Rasulullah Saw., dalam hal pemberian. Ia beralasan bahwa Ummu Salith telah berjasa karena telah membawa geriba berisi air minum pada perang Uhud.

Dalam hadis yang diriwayatkan Al Rabi', kita dapat memahami bahwa seorang perempuan boleh merawat seorang laki-laki bukan muhrim dalam keadaan genting atau darurat. Ibn Bathal berkata, "Hal itu hanya dikhususkan bagi orang-orang yang mempunyai hubungan darah atau yang masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan mereka. Sebab, bagian yang terluka tidak terasa nyaman jika disentuh, tetapi akan menyebabkan kulit bergetar. Apabila keadaan darurat menuntut hal demikian terhadap orang-orang yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan, pengobatan harus dilakukan secara tidak langsung dan tanpa menyentuh kulit. Hal ini diperkuat dengan kesepakatan ulama bahwa jika ada perempuan yang meninggal dan tidak ditemukan perempuan lain yang memandikannya, ia boleh dimandikan laki-laki dengan syarat tidak disentuh secara langsung, tetapi dengan menggunakan penghalang. Sebagian ulama, seperti Al Zuhri, juga berpendapat demikian.

"Namun, beberapa ulama lain mengatakan bahwa perempuan tersebut dimandikan dengan cara ditayamumkan. Al Auza'i berpendapat bahwa perempuan yang meninggal dalam keadaan demikian dikubur dalam keadaan seperti ia meninggal. Sementara itu Ibn Al Munabbar berpendapat bahwa perbedaan antara pengobatan dan pemandian mayat adalah bahwa pemandian mayat merupakan ibadah, sementara mengobati orang terluka adalah masalah yang bersifat darurat. Dalam keadaan darurat, sesuatu yang tadinya dilarang berubah menjadi sesuatu yang dibolehkan."[]

Baca artikel lainnya:
Perempuan Yang Kufur Nikmat [Baca]
Calon Penghuni Surga [Baca]
Peran Sosial Bagi Perempuan [Baca]
Berbakti dan Bersilaturahmi [Baca]

Peran Sosial Bagi Perempuan


Dari Al Syifa binti Abdullah: Rasulullah Saw. menemuiku ketika aku sedang berada di rumah Hafsah. Beliau bersabda kepadaku, "Mengapa kamu tidak mengajarkan kepada Hafsah sesuatu untuk mengetahui bahwa suatu perkataan tidak berguna dan tidak pula bermanfaat (ruqyah al-namilah) sebagaimana kamu mengajarinya tulis-menulis" (H.R. Ahmad dan Abu Dawud)

Dari Ummu Hani: Aku menemui Rasulullah Saw. pada hari penaklukan Makkah. Ketika itu, beliau sedang mandi dan Fatimah menutupinya dengan baju. Aku mengucapkan salam kepadanya ... (H.R. Muslim)

Dari Asma' binti Yazid r.a.: Rasulullah Saw. melewati kami, kaum perempuan, dan beliau mengucapkan salam kepada kami. (H.R. Abu Dawud dan Al Tirmizi yang menilainya hadis hasan)

Dari Aisyah r.a.: Suatu hari, seorang pengemis lewat di depan Aisyah, lalu ia memberikan sedikit makanan. Lalu lewat lagi seorang yang berpakaian bagus dan tampak makmur, Aisyah mempersilahkannya duduk dan memberikanya makan. Ketika ditanya mengapa memberikan perlakuan yang berbeda, Aisyah menjawab, "Rasulullah Saw. bersabda, 'Tempatkanlah orang-orang sesuai kedudukan mereka.'" (H.R. Abu Dawud)

Dari Abu Huarairah r.a.: Pada suatu hari atau malam, Rasulullah Saw. Keluar. Tiba-tiba bertemu dengan Abu Bakar dan Umar r.a. Beliau bertanya, “Apa yang menyebabkan kalian keluar rumah pada saat seperti ini?” Mereka menjawab, “Rasa lapar, ya Rasulullah!” Beliau bersabda, “Demi Tuhan yang diriku dalam kekuasaan-Nya, Aku juga keluar rumang karena alas an yang sama. Marilah kita pergi bersama!” Mereka pergi untuk menemui seseorang dari kalangan Anshar. Namun, orang itu sedang tidak ada di rumah. Ketika melihat Raslullah Saw. Istrinya berkata, “Selamat dating.” Rasulullah Saw. Bertanya, “Kemana si Fulan?” Perempuan itu menjawab, “Ia pergi mencari air tawar.” Tiba-tiba laki-laki Anshar itu dating. Ketika melihat Rasulullah Saw. Dan dua sahabatnya, ia berkata, “Segala puji bagi Allah, pada hari ini, hanya akulah yang mendapatkan tamu mulia.” Ia terus berjalan dan menemui mereka dengan membawa keranjang berisi kurma kering dan kurma segar. Ia berkata, “Silakan dimakan!” Lalu, laki-laki anshar itu mengambil pisau. Rasulullah Saw. Bersabda, “Berhati-hatilah, jangan mengambil kambing perah.” Orang itu segera menyembelih seekor kambing untuk mereka. Tak lama kemudian, mereka memakan daging kambing dan susunya. Setelah kenyang Rasulullah Saw. besabda kepada Abu Bakar dan Umar r.a., “Demi Allah yang diriku dalam kekuasaan-Nya, pada hari kiamat, kalian pasti akan ditanya tentang kenikmatan ini! Rasa lapar telah menyebabkan kalian keluar rumah, lalu kalian pulang setelah mendapat kenikmatan ini.” (H.R. Muslim)

Dari Ubaidullah r.a.: Kulihat Ummu Darda di atas pelananya tanpa penutup. Ia sedang merawat laki-laki dari kalangan Anshar ahli masjid (H.R. Al Bukhari)

Hadis-hadis di atas menunjukkan beberapa hal berikut. Pertama seorang perempuan muslim mempunyai peranan sosial, terutama di linkungan sejenisnya. Tidak sepentasnya ia mengabaikan peran ini dan meniinggalkan wilayah perannya. Sepantasnya ia juga tidak melibatkan dirinya dalam kebiasaan-kebiasaan buruk, misalanya bergaul secara bebas dengan laki-laki tanpa hijab yang bisa melindungi kehormatannya. Sebab, kebiasaan ini hanya akan melemahkan jiwaanya serta menghancurkan jiwa masyarakat Islam. Apalagi, jika kebiasaan itu dilakukan dengan alasan pembelaan hak-hak perempuan. Padahal, wacana seperti ini hanya bertujuan untuk memecah belah kaum perempuan dan menghancurkan tatanan nilai masyarakat dan keluarga muslim.

Peranan yang seharusnya dimainkan oleh kaum perempuan Muslim sangat beragam dan mencakup berbagai aspek. Namun, yang terpenting adalah dalam bidang pendidikan dan keterlibatan secara serius dalam pemberantasan buta agama dan ilmu pengetahuan, terutama di kalangan perempuan Muslim sendiri. Dalam kaitan ini, hadis tentang sosok Al Syifa memberikan teladan tentang keterlibatan perempuan dalam bidang pendidikan dengan tetap memerhatikan batas-batas aktivitas sosialnya.

Kesadaran kaum perempuan terhadap pendidikan agama sudah pasti mendoraong kemajuan masyarakat Islam. Hal ini juga menepis anggapan bahwa kaum perempuan islam jauh terbelakang. Sebab, islam adalah agama yang pertama kali menempatkan kaum hawa pada posisi yang mulia dan menjaganya agar tetap mulia. Di sinilah letak keluhuran agama Islam. Islam mengajarkan agar kaum perempuan memiliki peranan pendidikan dan sosial tanpa melepaskan jati diri dan kehormatannya. Karena itu, dalam aktivitas sosialnya, mereka harus tetap menjaga ketakwaan dan tidak menceburkan diri dalam tindakan yang diharamkan. Dengan demikian, jika tindakan haram dilanggar, peran sosialnya menjadi gagal dan aktivitas hidupnya menjadi hampa. Kita pun akan melihatnya suka bersikap semberono dan kadang-kadang tiidak punya malu! Na'udzu billah min dzalik!

Selanjutnya hadis yang diriwayatkan Ummu Hani dan Asma binti Yazid menjelaskan keutamaan-keutamaan menyampaikan salam kepada kaum laki-laki. Intinya seorang perempuan boleh menyampaikan salam kepada kaum laki-laki dan kaum laki-laki boleh menyampaikan salam kepada kaum perempuan bila diyakini tidak menimbulkan fitnah, baik dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Ada pun perincian masalah ini-sebagai mana dijelaskan dalam Nuzhah Al Muttaqin fi Syarh Riyadh Al Shalihah-adalah sebagi berikut

Pertama, seorang perempuan yang sedang sendirian tidak diperkenankan mengucapkan salam lebih dahulu kepada kaum laki-laki, atau sebaliknya.

Kedua, Sekumpulan perempuan atau perempuan-perempuan tua boleh membari salam lebih dahulu kepada kaum laki-laki, atau sebaliknya.

Ketiga, seorang laki-laki makruh menyampaikan atau menjawab salam seorang perempuan muda.

Keempat, sekelompok pemuda boleh menyampaikan salam kepada seorang perempuan muda bila dipastikan tidak akan menimbulkan fitnah.

Kelima, boleh, bahkan dianjurkan, seorang laki-laki membari salam kepada sekelompok perempuan.

Selanjutnya, seorang istri boleh menerima tamu suaminya jika tidak menyebabkan khalawat (berduaan yang menjurus pada maksiat) dan tidak menimbulkan fitnah. Hal itu dibolehkan ketika diketahui bahwa suaminya akan segera datang.

Hadis yang diriwayatkan Ubaidullah menjelaskan bahwa perempuan boleh merawat seorang laki-laki bukan muhrim. Ibn Hajar Al Asqallani, dalam Al Fath berkata, 'Ketika Rasulullah Saw. tiba di Madinah, Abu Bakar dan Bilal menderita sakit. Lalu, aku menemui mereka ... (dan seterusnya).' Dengan sanggahan bahwa peristiwa itu terjadi sebelum ada perintah untuk memakai hijab. Dijawab, bahwa hal itu tidak tercela. Perempuan boleh merawat laki-laki asalkan memakai hijab." Wallahu alam.[]


Baca artikel lainnya:
Calon Penghuni Surga [Baca]
Perempuan Yang Membela Agama Allah [Baca]
Berbakti dan Bersilaturahmi [Baca]
Balasan Bagi Ibu Yang Baik -Bagian 2- [Baca]

Senin, 16 Agustus 2010

Berbakti dan Bersilaturahmi


Dari Buraidah r.a.: Ketika aku sedang bersama Rasulullah Saw., datanglah seorang perempuan berkata, "Aku bersedekah kepada seorang budak perempuan atas nama ibuku yang telah wafat." Rasulullah Saw. bersabda, "Kamu pasti mendapatkan pahala, dan warisnya diberikan kepadamu." Perempuan itu bertanya, "Ya Rasulullah, ibuku memiliki kewajiban untuk mengqadha puasa selama sebulan, bolehkah aku berpuasa atas namanya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Berpuasaah atas namanya!" Perempuan itu bertanya lagi, "Ibuku belum berhaji. Bolehkah aku berhaji atas namanya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Berhajilah atas namanya!" (H.R. Bukhari dan Muslim)

Dari Asma binti Abu Bakar r.a.: Ibuku ingin bertemu denganku, sedangkan saat itu ia masih musyrik. Lalu, aku bertanya kepada Rasulullah Saw., "Ibuku ingin bertemu denganku, bolehkah aku menemuinya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, temuilah ibumu! Ibn Uyainah berkata, "Kemudian turunlah ayat, Allah tidak melarangmu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama ... (QS. Mumtahanah [60]: 8)." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Dari Aisyah r.a.: Aku berkata kepada Rasulullah Saw., "Aku mempunyai dua tetangga. Tetangga mana yang harus didahulukan ketika aku ingin memberi hadiah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Kepada tetangga yang pintu rumahnya paling dekat." (H.R. Bukhari)

Dari Abu Hurairah r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Wahai perempuan muslim, janganlah merendahkan satu tetangga atas tetangga yang lain, walaupun hanya dengan kikil kambing." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Dari Abdul Wahid bin Aiman r.a.: Ayahku pernah bercerita bahwa ia pernah menemui Aisyah r.a., dan di hadapannya ada sehelai pakaian dari katun kasar seharga lima dirham. Kemudian, Aisyah berkata kepadanya, "Lemparkan pandanganmu kepada budak perempuanku yang sedang aku perhatikan. Ia akan menjadi cantik ketika mengenakan pakaian ini dirumahku. Aku adalah seorang perempuan yang memiliki baju seperti itu pada masa Rasulullah Saw., dan perempuan Madinah ingin bersolek datang kepadaku untuk meminjamnya." (H.R. Al Bukhari)

Dari Auf bin Malik Al thufauil: Tentang sebuah Jual-beli atau pemberian sesuatu yang dilakukan Aisyah, Abdullah bin Zubair r.a. berkata, "Demi Allah, Aisyah harus menghentikan atau mencegahnya untuk menggunakan hartanya." Aisyah bertanya, "Benarkah ia mengatakan demikian?" Para sahabat menjawab, "Benar." Aisyah berkata, "Apa yang dikatakannya telah dicatat di sisi Allah, dan aku bernazar bahwa aku tidak akan berbicara dengan Ibn Al Zubair untuk selamnya."

Setelah lama tidak saling menyapa, Ibn Al Zubair meminta bantuan orang lain agar bisa bertemu dengan Aisyah. Akan tetapi Aisyah berkata, "Demi Allah, Tidak. Aku tidak akan menerima perantaranya dan membatalkan nazarku." Kemudain Abdullah bin Al Zubair berbicara kepada Al Miswar bin Mukharamah dan Abdurrahman bin Al Aswad bin Abd Yaghuts. Kepada mereka, Ibn Zubair berkata, "Allah meninggikan derajat kalian jika kalian bisa mempertemukanku dengan Aisyah r.a. Sebab, ia tidak boleh bernazar untuk memutuskan silaturahmi denganku." Al Miswar dan Abdurrahman menyanggupi sehingga keduanya meminta izin kepada Aisyah r.a. Mereka berkata, "Assalamu alaikum warah matullahi wabarakatuh. Apakah kami boleh masuk?" Aisyah menjawab, "Masuklah!" Mereka bertanya lagi, "Apakah kami semua?" Aisyah menjawab, "Ya, kalian semua-Aisyah tidak mengetahui bahwa Abdullah bin Al Zubair bersama mereka."

Ketika Abdullah bin Zubair memasuki hijab, ia segera meminta maaf kepada Aisyah sambil menangis. Abdurrahman dan Al Miswar ikut membujuk Aisyah agar menerima dan berbicara kepada Al Zubair. Mereka berkata, Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah melarang apa yang kamu ketahui, yaitu tidak saling menyapa. Seorang muslim tidak boleh mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari." Setelah itu mereka memberikan banyak nasehat kepada Aisyah, akhirnya Aisyah menyadarinya dan menangis. Ia berkata, "Aku telah bernazar dan nazar itu sangat berat."

Abdurrahman dan Al Miswar terus membujuk Aisyah hingga ia mau berbicara dengan Abdullah bin Al Zubair. Untuk menebus nazarnya Aisyah membebaskan empat puluh budak. Setiap kali teringat pada nazar itu, Aisyah selalu menangis hingga air mata selalu membasahi jilbabnya (H.R. Al Bukhari)

Dari Abu Hurairah r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Seorang perempuan pelacur melihat seekor anjing yang sedang menjulurkan lidahnya di tepi sebuah sumur. Anjing itu hampir mati kehausan. Perempuan tersebut melepas sepatunya dan mengikatnya dengan kerudung untuk mengambil air dari sumur, lalu ia meminumkannya kepada anjing. Oleh karena itu, dosa-dosanya diampuni." (H.R. Al Bukhari)

Hadis-hadis di atas menjelaskan bahwa perempuan harus memberikan sumbangsih pada lingkungannya, menebar kebaikan melauli tangan dan hatinya, dan bergaul secara baik dan penuh kesopanan.

Lingkungan paling utama yang berhak mendapatkan kebaikan perempuan adalah kedua orang tua dan para kerabatnya. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan bersedekah untuk meringankan beban kehidupan orang tua serta bersedia mengqhada kewajiban-kewajiban mereka yang telah lewat, seperti puasa dan haji. Kebaikan bersedekah ini bisa dilaksanakan meski orang tua kita dalam kemusyrikan dan bukan kelompok yang wajib di perangi.

Dari hadis yang diriwayatkan Buraidah, Imam Al Nawawi menyimpulkan beberapa hal, antara lain:

Pertama, perempuan (anak) boleh berpuasa atas nama orang tua yang telah meninggal.

Kedua, barang yang telah disedekahkan oleh anak kepada orang tua boleh diwarisi sang anak ketika orang tuanya meninggal. Barang tersebut boleh juga dimanfaatkan tetapi makruh untuk dijual.

Ketiga, boleh menghajikan orang yang telah meninggal atau orang yang tidak mampu melakukannya disebabkan faktor fisik. Hal ini telah disepakati oleh sebagian besar ulama.

Dari hadis yang diriwayatkan Maimunah, kita dapat mengetahui bahwa kerabat yang miskin lebih pantas menetima sedekah dari pada orang lain. Jika kerabat itu membutuhkan pelayan untuk rumah tangganya, memberikan pelayan kepadanya lebih baik dari pada memerdekakan budak. Sebab, yang diperoleh dalam memberikan pelayanan kepadanya adalah dua pahala: pahala sedekah dan pahala silaturahmi.

Dalam hadis yang diriwayatkan Aisyah dan Abu Hurairah terdapat anjuran agar perempuan berbuat baik kepada tetangga, utamanya tetangga terdekat. Sebab, dialah orang yang sring melihat dan mengetahui makanan atau barang yang masuk ke rumah kita. Dia juga kadang lebih mengetahui keadaan kita serta lebih cepat memberikan bantuan jika ada kesulitan yang menimpa kita, utamanya ketika kita sedang lengah. Selanjutnya, salah satu etika bertetangga adalah tidak meremehkan sekecil apapun sedekah yang diberikannya. Bahkan, kita dianjurkan untuk bersedekah apa saja yang bermanfaat untuk tetangga kita. Selain sedekah berupa materi, sedekah dalam bentuk nasehat keagamaan dan kehidupan duniawi juga sangat dianjurkan.

Hadis dari Abdul Wahid berisi anjuran agar memperluas lingkup kebaikan dan sumbangsih perempuan kepada lingkungannya, seperti meminjamkan baju. Dari hadis ini, Al hafizh mengutip pendapat Ibn Al Jauzi yang menyimpulkan, "'Aisyah r.a. bermaksud agar mereka (orang-orang yang sangat membutuhkan) didahulukan dalam masa-masa sulit sehingga sesuatu yang remeh menjadi bernilai bagi mereka. Hadis itu juga menunjukkan bahwa meminjamkan pakaian kepada pengantin merupakan hal yang disukai, dan bukan merupakan suatu aib. Lebih lanjut, hadis ini menampakkan sikap rendah hati dan kelembutan Aisyah kepada pelayannya. Aisyah mengutamakan pelayannya karena ia benar-benar membutuhkan pakaian tersebut."

Dengan demikian, dalam lingkup yang luas, perempuan muslim hakikatnya memainkan peran penting dalam menguatkan sendi-sendi kehidupan masyarakat dan mengukuhkan bangunannya sehingga mereka dapat menjalankan ajaran-ajaran agama dengan baik.

Selanjutnya, hadis yang diriwayatkan Auf bin Malik memberikan landasan penting dalam meneguhkan prinsip-prinsip persaudaraan dalam agama dan akidah Islam, yakni, "seorang muslim tidak boleh mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari." dan "Tidak boleh bernazar untuk memutuskan persaudaraan". Hal demikian tercermin dalam sikap yang ditunjukkan Aisyah r.a. dan Abdullah bin Al Zubair.

Di samping itu, hadis Auf bin mailik juga menjelaskan hal-hal sebbagai berikut.

Pertama, dua orang muslim boleh tidak saling menyapa-lebih dari tiga hari-jika dilakukan atas dasar Allah Swt. Jika dilakukan karena kepentingan duniawi, hukumnya haram.

Kedua, tidak boleh bernazar untuk kemaksiatan. Adapun khafarat nazar adalah memerdekakan seorang budak, atau memberi makan atau pakaian kepada 60 orang miskin. Jika tidak mampu, bisa dengan puasa tiga hari berturut-turut.

Ketiga, kebaikan juga bisa dilakukan dengan menyayangi binatang.[]

Baca artikel lainnya:
Perempuan Yang Membela Agama Allah [Baca]
Peran Sosial Bagi Perempuan [Baca]
Balasan Bagi Ibu Yang Baik -Bagian 2- [Baca]
Balasan Bagi Ibu Yang Baik -Bagian 1- [Baca]

Balasan Bagi Ibu Yang Baik -Bagian 2-


Seorang Ibu adalah lambang belas kasih, pengorbanan, dan kebesaran hati. Ibu menanggung sendiri semua beban dalam membesarkan anak sejak kehamilan hingga kelahiran, lalu penyusuan hingga penyapihan. Kontribusi ibu selam periode ini-utamanya dalam mempertaruhkan nyawa dalam situasi kritis-seperti kontribusi pejuang atau mujahid di jalan Allah. Jika ibu meninggal dalam masa itu, ia memperoleh pahala seperti pahala orang yang mati syahid.

Kadang-kadang kita melihat seorang ibu yang penyayang. Ia khawatir bila anaknya celaka, walaupun ia jauh darinya. Kadang-kadang kita juga melihat seorang ibu yang rela mengorbankan kebahagiaan, kesenangan, dan ketenangannya demi ketenangan dan kebahagiaan anak-anaknya. Kadang-kadang kita melihat ibu yang rela berlapar-lapar demi memenuhi kebutuhan anak-anaknya.

Hadis Umamah menyoroti sejauhmana keteguahan seorang perempuan dalam memenuhi hak Tuhannya, seperti menjalankan shalat, dan menjaga hak suaminya karena mengharapkan pahala dan surga dari Allah Swt. sebagai balasan dari kasih sayang dan perhatiannya kepada anak-anak.

Kasih sayang dan segala perhatian ibu kepada anak-anaknya bukan hanya menjaga kelangsungan hidup yang layak bagi mereka. Lebih dari itu, seorang ibu selalu menginginkan anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang shaleh. Untuk itu, ia selalu berjanji kepada mereka untuk menjaga dan mendidik mereka sesuai dengan nilai-nilai islam yang benar. Dengan cara seperti ini, ibu seperti menanam sebatang pohon yang kuat di taman Islam, menanamkan cinta islam dan dakwah untuk islam.

Seorang ibu mengajarkan kepada anaknya untuk mencintai ilmu pengetahuan dan menghormati para ulama, menyayangi kaum muslimin dan berlaku adil kepada non-Muslim. Lebih dari itu ibu sesalu mendorong anak-anaknya untuk mengasah kemampuan berdialog dengan cara yang baik, memilih jalan kebenaran, mendukung hubungan sosial yang kondusif, membenci perpecahan dan peduli terhadap segala masalah yang dihadapi umat. Ibu yang baik juga memperingatkan anak-anaknya tentang bahaya komunisme, pembaratan, globalisasi, dan ancaman Yahudi.

Dari sini, kita bisa melihat betapa seorang ibu melakukan segala cara untuk menyuburkan tanaman islam dalam jiwa anak-anaknya, misalnya dengan mempererat hubungannya dengan anak-anak dan membiasakan mereka untuk melaksanakan shalat dan puasa sejak dini. Dengan penuh kasih sayang dan kecintaan, serta dengan penuh harapan untuk menanamkan dan menumbuhkan ahlak yang luhur dan mulia, soerang ibu berusaha menjadikan dirinya suru teladan yang baik bagi mereka dalam kehidupan sehari-hari. Jika tidak, bagaimana akan tumbuh sikap jujur pada diri mereka, meski hanya bercanda? Bagaimana akan tertanam keutamaan untuk menyimpan rahasia, sedangkan dari mulut sang ibu telah keluar berbagai rahasia yang seharusnya disimpan? Atau, bagaimana akan tumbuh sikap yang dapat dipercaya pada diri anak, sementara orang tua selalu menyebarkan rahasia dan aib orang lain dihadapan mereka?

Dengan demikian, jika para ibu ingin berhasil mencapai kedudukan mulia ini, hendaknya mereka bersabar dalam menghadapi segala ujian serta berteguh hati bahwa tugas yang dijalankan adalah anugrah dan amanah dari Allah Swt., sebagaimana dicontohkan oleh Ummu Sulaim dan ibu-ibu yang lain.

Nah, sebagai penghargaan atas peran besar dan kasih sayang ibu bagi kehidupan anak-anak, Allah membalasnya dengan menempatkanya sebagai sosok paling berhak mendapatkan perlakuan istimewa dari anak-anaknya. Allah juga menjadikan surga di bawah telapak kakinya, dan menjadikannya-ketika terjadi perceraian-sebagai orang yang lebih berhak mengasuh anak-anak dari pada ayah mereka selama mereka belum menikah lagi. Karena itu, Syaikh Hasan Shiddiq Khan berpendapat,

"Para ulama telah sepakat bahwa ibu lebih berhak mengasuh anak dari pada ayah. Ibn Mundzir mengutip ijma' bahwa hak ibu hanya bisa dibatalkan dengan pernikahan lagi. Hadis ini juga menjelaskan beberapa hukum yang lain, yaitu orang yang paling berhak mengasuh anak adalah ibu selama ia belum menikah lagi dengan orang lain, lalu bibi dari pihak ibu, lalu ayah. Kemudian, Al Hakim menentukan kerabat yang dinilai layak. Apabila anak telah dewasa, ia dipersilahkan memilih antara ayah dan ibunya. Jika ia menilai bahwa tidak ada yang layak mengasuhnya, syariat menetapkan bahwa pengasuhnya diserahkan kepada orang yang layak."[]

Baca artikel lainnya:
Peran Sosial Bagi Perempuan [Baca]
Berbakti dan Bersilaturahmi [Baca]
Balasan Bagi Ibu Yang Baik -Bagian 1- [Baca]
Menikahi Janda [Baca]

Kamis, 12 Agustus 2010

Balasan Bagi Ibu Yang Baik -Bagian 1-


Dari Ibnu Umar r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Perempuan yang hamil hingga melahirkan dan menyapih anaknya akan mendapat pahala seperti pahala orang yang terluka di jalan Allah. Jika ia meninggal dalam masa itu, ia akan mendapatkan pahala mati syahid." (H.R. Ibnu Al Jauzi)

Dari Rasyid bin Hubaisy: Rasulullah Saw. menjenguk Ubadah bin Al Shamith yang sedang sakit. Beliau bertanya, "Tahukah kalian siapa orang yang mati syahid dari umatku", orang-orang yang ada di sana diam saja. Lalu, Ubadah berkata, "Buatlah aku untuk duduk!" Mereka pun mendengarkannya. 'Ubadah berkata, "Yaitu orang yang sabar dan selalu bersyukur, ya Rasulullah!" Belia bersabda, "Jika demikian, para syahid dari umatku jumlahnya sangat sedikit. Orang yang gugur di jalan Allah Swt. adalah syahid, orang yang meninggal karena penyakit pes (tha'un) adalah syahid, orang-orang mati tenggelam adalah syahid, orang yang meninggal karena penyakit perut adalah syahid, dan ibu yang meninggal karena melahirkan akan ditarik ke surga oleh anaknya." (H.R. Muslim dan Abu Dawud)

Dari Abu Hurairah r.a.: Ada dua orang perempuan sedang duduk bersama anak-anaknya. Tiba-tiba datang seekor serigala dan merenggut anak seorang perempuan itu. Perempuan yang satu berata, "Serigala telah merenggut anakmu." Perempuan yang lain berkata, "Serigala itu merenggut anakmu." Mereka mengadukan hal itu kepada Nabi Daud a.s. Lalu, Daud memutuskan bahwa anak yang selamat itu adalah anak dari perempuan yang lebih tua. Lalu, mereka menemui Sulaiman bin Daud dan memberitahukan hal itu kepadanya. Sulaiman berkata, "Ambillah pisau. Aku akan membelah anak ini untuk dibagi diantara kalian." Perempuan yang lebih muda berkata, "Jangan lakukan-semoga Allah merahmatimu! Biarlah ia menjadi anaknya." Sulaimanpun memutuskan bahwa anak itu adalah anak dari perempuan yang lebih muda. (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Huarirah r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Aku adalah orang pertama yang membuka pintu surga. Kulihat seorang perempuan mendahuluiku. Aku bertanya kepadanya, 'Apa yang telah kamu lakukan?' perempuan itu menjawab, 'Aku adalah perempuan yang mengasuh anak-anakku yang sudah yatim, yakni tidak menikah lagi sepeninggal suaminya dan mengurus anak-anaknya.'" (H.R. Abu Ya'la)

Dari Abu Umamah r.a.: Rasulullah Saw. melihat seorang perempuan yang membawa anak-anaknya. Anak yang satu digendong, sedangkan anak yang lain berjalan di belakangnya. Rasulullah Saw. bersabda, "Ibu-ibu yang mengandung, melahirkan dan menyayangi anak-anaknya, jika mereka tidak mendurhakai suami dan mendirikan shalat, niscaya akan masuk surga." (H.R. Al Hakim)

Dari Anas bin Malik r.a.: Seorang perempuan menemui Aisyah r.a., Aisyah memberinya tiga buah kurma. Lalu, perempuan itu memberikan kurma kepada dua anaknya, masing-masing satu buah. Ia sendiri memegang sebuah kurma untuk dirinya. Setelah kedua anak itu menghabiskan kurma mereka masing-masing, mereka memandang kepada ibunya. Perempuan itu membelah kurma yang ada di tangannya dan membagikan kepada kedua anaknya. Kemudian Rasulullah Saw. datang dan Aisyah memberitahukan hal terseut kepadanya. Rasulullah Saw. bersabda, "Apa yang membuatmu kagum terhadap hal itu? Allah telah merahmatinya karena kasih sayangnya kepada anak-anaknya." (H.R. Al Bukhari)

Dari Jabir bin Abdullah r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Janganlah mendo'akan kejelekan bagi diri kalian, anak-anak kalian, pekerja kalian, atau harta-harta kalian agar kalian tidak bertepatan dengan saat pemberian dari Allah sehingga do'a kalian akan terkabul." (H.R. Al Bukhari)

Dari Rabi binti Ma'udz r.a.: Suatu pagi pada hari Asyura, Rasulullah Saw. mengutus seseorang ke perkampungan orang Anshar untuk menyampaikan pengumuman, "Siapa yang tidak puasa pada pagi ini, tidak apa-apa. Siapa yang berpuasa pada pagi ini, hendaklah ia terus berpuasa." Kemudian, mereka berkata, "Kami berpuasa dan kami menyuruh anak-anak kami yang masih kecil agar berpuasa, insya Allah. Kami ajak mereka ke masjid dan kami buatkan mainan untuk mereka. Apabila ada yang menangis meminta makan, kami memberi mereka mainan sehingga meraka dapat menyempurnakan puasa mereka hingga magrib." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Dari Abdullah bin Amir r.a.: Ketika Rasulullah sedang duduk-duduk bersama kami, ibuku memanggilku. Ia berkata kepadaku, "Kemarilah, aku akan memberimu sesuatu." Rasulullah Saw. bertanya kepada ibuku, "Apa yang hendak kau berikan?" Ibuku menjawab, "Aku hendak memberinya sebutir kurma." Rasulullah Saw. bersabda, "Jika kamu tidak memberinya sesuatu, kamu telah berbohong." (H.R. Abu Dawud)

Dari Anas r.a.: Rasulullah Saw. mengutusku dalam sebuah misi, dan aku singgah kerumah untuk menemui ibuku. Ketika tiba, ibuku bertanya kepadaku, "Apa keperluanmu?" Aku menjawab, "Rasulullah Saw. sedang mengirimku dalam sebuah misi." Ibuku bertanya lagi, "Misi Apa?" Aku menjawab, "Itu rahasia." Ibuku kemudian berkata, "Janganlah sekali-kali kamu membicarakan rahasia Rasulullah Saw. kepada siapa pun.'" (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Dari Anas bin Malik r.a.: Seorang anak Abu Thalhah menderita sakit keras lalu meninggal pada saat ayahnya tidak ada di rumah. Ketika istrinya mengetahui bahwa anaknya telah meninggal, ia menyiapkan makan dan meletakkan mayatnya di samping rumah. Abu Thalhah datang dan bertanya, "Bagaimana kondisi anakku?" Istrinya menjawab, "Ia telah tenang dan aku berharap ia telah beristirahat." Abu Thalhah menyangka istrinya mengatakan yang sebenaranya, lalu ia tidur bersama istrinya. Pada pagi hari, ia mandi. Ketika hendak keluar rumah, istrinya memberitahukan bahwa anak mereka telah meninggal. Abu Thalhah pun shalat bersama Rasulullah Saw. dan memberitahukan kepada beliau apa yang telah terjadi. Rasulullah Saw. bersabda, "Semoga Allah memberkati malam kalian berdua." Seorang dari kalangan Anshar berkata, "Aku melihat suami-istri tersebut dianugrahi sembilan anak perempuan yang semuanaya hafal Al qur'an."

Dalam riwayat Al Bukhari disebutkan bahwa istri Thalhah berkata, "Kemudian aku melayaninya dengan lebih baik dari pada malam-malam sebelumnya sehingga Abu Thalhah pun menggauliku." Ketika melihat suaminya merasa puas atas pelayanannya, ia bertanya, "Wahai Abu Thalhah, apa pendapatmu jika suatu kaum meminjamkan sesuatu pada suatu keluarga, lalu mereka memintanya kembali, apakah keluarga tersebut boleh menahanya?" Abu Thalhah menjawab, " Tentu saja tidak." Istrinya berkata, "Sesuatu itu adalah anakmu." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Dari Amir bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya: Seorang perempuan menemui Rasulullah Saw. dan berkata, "Sesungguhnya anakku telah di kandung dalam rahimku, menyusu dari payudaraku dan mendapatkan perlindunganku. Sekarang, ayahnya telah menceraiku dan ingin mengambil anak itu dariku." Rasulullah Saw. bersabda "Engkau lebih berhak dari pada dia selam enkau belum menikah lagi." (H.R. Abu Dawud, Ahmad, Baihaqi, dan dinilai shahih oleh Al Hakim)

Baca artikel lainnya:
Berbakti dan Bersilaturahmi [Baca]
Balasan Bagi Ibu Yang Baik -Bagian 2- [Baca]
Menikahi Janda [Baca]
Laknat Para Malaikat Bagi Perempuan Yang Enggan Melayani Suaminya [Baca]

Menikahi Janda


Dari Jabir bi Abdullah r.a.: Ubaidillah meningal dunia dan meninggalkan sembilan-atau tujuh-anak perempuan. Lalu aku menikahi seorang perempuan yang sudah beruban. Rasulullah Saw. bertanya kepadaku, "Wahai Jabir, apakah kamu telah menikah?" Aku menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bertanya lagi, "Apakah kamu menikah dengan seorang gadis atau janda?" Aku menjawab, "Aku menikah dengan seorang janda." Rasulullah Saw. bertanya lagi, "Apakah ia seorang istri yang bisa diajak bercanda?" Aku menjawab, "Sesungguhnya Ubaidillah telah meninggal dunia dengan meninggalkan sembulan-atau tujuh-anak perempuan. Aku tidak ingin menikahi perempuan yang seumur dengan mereka. Oleh karena itu aku menikahi seorang perempuan yang bisa merawat mereka." Rasulullah Saw. bersabda "Semoga Allah memberkatimu." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Al Hafizh-dalam Al Fath-mengambil beberapa kesimpulan dari hadis ini, yaitu sebagai berikut.

Pertama, Islam mendorong seseorang untuk menikahi gadis. Lebih tegas, Beliu bersabda, "Kalian hendaklah menikahi gadis karena lebih ahrum mulutnya dan lebih aktif gerakan rahimnya." Barangkali, maksudnya adalah memberikan banyak anak.

Kedua, Rasulullah Saw. memberikan penghargaan kepada Jabir yang menyayangi dan memerhatikan anak-anak Ubaidillah serta mengorbankan kesenangannya sendiri demi kemaslahatan mereka.

Ketiga, apabila ada dua kepentingan yang harus dilakukan, dahulukan yang paling penting, karena Rasulullah Saw. membenarkan tindakan Jabir dan mendoakannya.

Keempat, hadis di atas mengajari kita untuk mendoakan orang yang melakukan kebaikan, walaupun ia tidak memiliki hubungan apa pun dengan kita.

Kelima, hadis di atas menunjukkan perhatian Nabi Saw. (pemimpin) kepada sahabatnya (bawahan). Dalam hal ini, Nabi Saw. mencari tahu keadaan Jabir bin Abdullah, lalu memberikan pesan terbaik kepadanya, bahkan dalam masalah pernikahan yang waktu itu tabu dibicarakan.

Keenam, tidak ada salahnya laki-laki menikahi seorang janda dengan maksud tertentu-misalnya memberikan nafkah kepada anak-anaknya dan menyambung ikatan persaudaraan-walaupun sang istri nantinya tidak mampu melayani kebutuhan seksual suami.[]

Baca artikel lainnya:
Balasan Bagi Ibu Yang Baik -Bagian 2- [Baca]
Balasan Bagi Ibu Yang Baik -Bagian 1- [Baca]
Laknat Para Malaikat Bagi Perempuan Yang Enggan Melayani Suaminya [Baca]
Meminta Izin Kepada Suami [Baca]

Selasa, 10 Agustus 2010

Laknat Para Malaikat Bagi Perempuan Yang Enggan Melayani Suaminya


Dari Abu Hurairah r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, "Jika istri meninggalkan tempat tidur suaminya pada malam hari (tidak mau melayani hasratnya), ia akan dilaknat oleh malaikat hingga kembali." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Sebagimana disebutkan dalam Al Fath Al Bari, hadis ini menjelaskan beberapa hal sebagai berikut.
Pertama, tidak menunaikan kewajiban kepada suami, baik yang berkaitan dengan pelayanan maupun penjagaan harta, bisa mendatangkan murka Allah, kecuali jika suami memaafkannya.

Kedua, para malaikat akan mendo'akan kejelekan bagi orang yang berbuat maksiat selama ia melakukannya. Mereka juga akan mendo'akan kebaikan bagi orang yang taat selam ia melaksanakan ketaatan.

Ketiga, nasehat agar membantu suami dan mencari keridhaannya. Hal itu karena kemampuan laki-laki untuk menahan dorongan hasrat lebih rendah dari pada perempuan.

Keempat, adanya godaan yang sangat besar bagi suami yang tidak menyalurkan kebutuhannya kepada istri. Karena itu, syariat mendorong istri untuk membantu suami dalam hal ini.

Kelima, pemenuhan syahwat bagi meneguhkan ketaatan kepada Allah dan bersabar dalam beribadah kepada-Nya. Karena itu, para malaikat akan melaknat orang yang membuat marah hamba-Nya dengan menghalangi penyaluran syahwatnya.[]

Baca artikel lainnya:
Balasan Bagi Ibu Yang Baik -Bagian 1- [Baca]
Menikahi Janda [Baca]
Meminta Izin Kepada Suami [Baca]
Pelayanan Terbaik Kepada Suami [Baca]